|
Fauziah berjalan menelusuri jalan kampung di Blok Keder, Desa Karanganyar, Kecamatan Pasekan, Indramayu, dengan hati-hati. Sesekali kakinya terperosok ke tanah yang masih lembek akibat terendam banjir hampir dua minggu. Hari itu ia berniat membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-harinya. "Air memang banyak di sini, tapi kotor bawaan banjir. Kalau air bersih mesti beli, satu jerikennya berharga Rp 1.000," ujar Fauziah, Kamis (15/2). Setidaknya untuk menghindari penyakit, Fauziah memang harus membeli air bersih untuk keperluan makan dan minum. Sebab, ia masih mempunyai anak yang berusia empat tahun. "Kalau kena diare, kan berbahaya. Ini saja sudah batuk-pilek," ujarnya. Banjir yang datang di Desa Karanganyar memang sudah terjadi sejak Jumat (2/2). Namun, baru surut sekitar empat hari lalu, atau Senin. Saat banjir terjadi, air memang menggenangi jalan kampung hingga selutut orang dewasa. Air pun masuk ke rumah-rumah warga. Pemandangan itu tidak hanya tampak di Desa Karanganyar, tetapi juga terlihat di Desa Totoran, Pabean Ilir, Pasekan, dan Brondong. Warga pun menggunakan air banjir untuk sekadar mencuci alat dapur dan baju. Untuk air minum, mereka menadah hujan yang saat itu masih turun. Akibat dikepung banjir hampir dua pekan, kondisi kampung yang jumlah jiwanya mencapai 350 kepala keluarga itu memang terlihat memprihatinkan. Beberapa genangan berupa air kotor masih terlihat. Jalan pun sebagian masih berlumpur. Warga masih saja sibuk membersihkan rumah yang juga sempat terendam banjir. Air bersih sulit didapatkan. Warga terpaksa menggunakan air sungai di tepian empang untuk bisa digunakan sebagai tempat mencuci perkakas dapur bahkan baju. Untuk air minum, terpaksa mereka membelinya setiap hari. Air tanah dari sumur berasa sedikit asin karena terimbas air laut yang hanya berjarak 1 kilometer. Itu pun kadang masih keruh. Kini setelah banjir lewat, warga, seperti Fauziah, harus menghadapi masalah lain, yakni kesehatan. Sudah sepekan lebih anak-anak di kampung itu menderita flu dan demam. "Kondisi lingkungan yang basah memang membuat tidak nyaman, bahkan bisa membuat anak terserang sakit. Ini saja sudah pilek dan demam berhari-hari," kata Winari (35), warga Blok Keder. Menurut Winari, pascabanjir, kampungnya pun menjadi banyak nyamuk, baik siang maupun malam. Meski belum ada kasus demam berdarah, ia khawatir jika dibiarkan akan mewabah. Pembersihan hanya bisa dilakukan di dalam rumah. Adapun di halaman, genangan air memang ada di mana-mana karena memang tidak bisa mengalir. Permasalahan yang sama juga terjadi di lain desa di Indramayu. Warga di Desa Soge dan Karanganyar di Kecamatan Kandanghaur pun menderita penyakit flu, diare, dan terutama penyakit kulit. Jumatin (90), warga Karanganyar, mengeluhkan flu berat selama banjir. Selama empat hari rumahnya memang kebanjiran dan ia sempat mengungsi bersama keluarganya ke rumah tetangga yang lebih aman. Setelah banjir reda, lingkungannya pun masih tergenang. Kondisi rumah pun masih perlu dibersihkan. Penyakit yang paling banyak dikeluhkan warga adalah gatal-gatal karena mereka terpaksa harus beraktivitas di lingkungan yang banjir dengan kondisi air yang tidak bersih. Penyemprotan Warga Kandanghaur mungkin lebih beruntung karena pemerintah desanya menyediakan posko kesehatan walau hanya sementara. Namun, bagi warga di Kecamatan Pasekan, hingga sampai saat ini warga mengaku belum mendapatkan pelayanan kesehatan. "Belum ada penyemprotan untuk mengantisipasi demam berdarah atau pengobatan gratis. Kalau berobat, warga mesti harus ke puskesmas dulu. Padahal, di sini sudah banyak anak-anak yang sakit flu. Kami juga ingin diperhatikan karena meskipun banjir surut, kesehatan masih menjadi masalah," kata Fauziah. Soal kesehatan, Camat Pasekan Susyadi mengatakan, pihaknya sudah meminta Dinas Kesehatan untuk mengadakan penyemprotan, tetapi belum terlaksana. "Biasanya memang penyemprotan itu dilakukan jika sudah ada yang terkena demam berdarah, tapi daerah ini belum ada laporan," katanya. Banjir memang menjadi masalah yang belum terpecahkan. Dua daerah ini, baik di Pasekan maupun Kandanghaur, memang tergolong daerah yang rendah yang menjadi tempat pembuangan air. Jadi, potensi banjir di tahun depan pun tetap ada. Jika demikian, kesehatan warga tetap belum terjamin. Selama ada banjir, penyakit, seperti diare, flu, demam, pilek, penyakit kulit, bahkan leptospirosis dan stres, masih akan mengancam warga. (Siwi Yunita Cahyaningrum) Post Date : 16 Februari 2007 |