Gundah, Pengusaha Air Minum Isi Ulang

Sumber:Jawa pos - 18 Oktober 1006
Kategori:Air Minum
SOLO - Pengusaha air minum isi ulang di Kota Solo resah. Keresahan ini karena adanya rencana pemberlakuan keputusan menteri perindustrian dan perdagangan (Kepmemperindag) Nomor 651 Tahun 2004. Mereka menilai peraturan tersebut sangat perpihak kepada pengusaha besar dan tidak adil bagi mereka.

Menyikapi rencana pemberlakuan Kepmemperindag tersebut kemarin Asosiasi Pengusaha Air Minum Surakarta (Ashamta) menggelar diskusi. Hadir dalam diskusi tersebut perwakilan anggota Ashamta, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Poltabes Surakarta dan DPRD Solo

"Kami menolak pemberlakuan peraturan itu (kepmemperindag-red). Sebab beberapa pasal jelas sangat merugikan kami. Kalau tidak ada revisi kami akan menggalang pengusaha air minum isi ulang seluruh Indonesia untuk demo besar-besaran," ujar Ketua Ashamta Indar Istiono kemarin.

Indar menambahkan, diantara isi pasal yang dipersoalkan adalah terkait larangan menggunakan segel dan merek dalam botol air minum isi ulang. Kalau mereka menggunakan merek dan segel harus mengajukan izin HAKI (hak kekayaan intelektual) ke Departemen Kehakiman dan HAM. "Penggunaan segel dan merek ini untuk mencegah keamanan dan identitas usaha supaya tidak dipalsukan. Kalau tidak diberi segel dan merek lantas ada kesalahan, siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban," tambahnya.

Ketentuan lain yaitu larangan mengantarkan air minum isi ulang kepada pembeli. Ketentuan ini dinilai diskirminasi. Sebab selama ini ada pelanggan air minum isi ulang yang minta diantar. Kalau tidak memenuhi keinginan pembeli tentu mereka akan rugi.

Indar menilai, keluarnya aturan -- yang cenderung merugikan pengusaha air minum isi ulang -- merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada pengusaha air minum dalam kemasan (AMDK). Sebab, mereka merasa tersaingi dengan kehadiran air minum isi ulang. Padahal para pembeli sudah memiliki segmen masing-masing.

Di sisi lain, keberadaan pengusaha air minum isi ulang tersebut merupakan kontribusi untuk menciptakan lapangan pekerjaan terutama untuk kelas menengah ke bawah. Sebab dengan kehadiran usaha tersebut dapat merekrut tenaga kerja dan membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran.

Jumlah pengusaha air minum isi ulang di Solo dalam Ashamta ada 47 pengusaha. Sekitar separonya sudah mengantongi izin. Sedang sisanya kini sedang mengurus izin. Indar mengatakan, Ashamta mendesak kepada para wakil rakyat di DPRD Solo untuk segera membuat peraturan daerah (perda) tentang ketentuan usaha air minum isi ulang. Supaya ada jaminan aturan yang melindungi usaha mereka. "Ya, kami akan datang ke DPRD supaya segera membuat perda untuk melindungi usaha kami. Sebab ini era otonomi daerah," ujar Indar diamini sejumlah pengusaha lain dalam diskusi kemarin.

Sementara itu Kasubdin Industri Kecil Disperindag Abdul Mutholib menambahkan, izin usaha yang dikeluarkan Disperindag kepada pengusaha air minum isi ulang sudah memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan. Salah satunya adalah rekomendasi dari dinas kesehatan.

Sementara itu perwakilan dari Dinas Kesehatan Kota Solo yang hadir dalam diskusi tersebut menambahkan, pengajuan permohonan rekomendasi dari dinas kesehatan kepada pengusaha air minum melalui beberapa syarat. Selain syarat administrasi, air yang dijual tersebut harus memenuhi standar kesehatan sesuai Keputusan Menkes 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat pengawasan kualitas air minum. Dalam hal ini harus diuji laboratoirum di Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) Dinkes. "Kalau dalam uji tersebut sudah memenuhi standar kesehatan maka akan dikeluarkan rekomendasi," ujarnya.

Sementara itu Kanit Tipiter Poltabes Surakarta AKP Suginoto mengatakan, Poltabes selalu koordinasi dengan dinas terkait di pemkot dalam menggelar operasi penegakkan aturan . Terkait dengan perlindungan konsumen yang dijadikan patokan adalah UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Ada tiga larangan yang dicermati, yaitu dilarang memproduksi barang tidak sesuai standar, tidak mencantumkan tanggal kedauwarsa dan tidak memasang label. "Selain itu kami juga berpegang pada Perda Nomor 9 Tahun 2004 tentang izin perdagangan," pungkasnya.

Anggota komisi IV DPRD Solo Effendi Siahaan mengatakan, dia pada dasarnya sepakat ada perlindungan usaha kecil dan menengah. Hanya saja terkait dengan pembuatan perda ini harus melalui pembahasan panjang. (bun/mg9)



Post Date : 18 Oktober 2006