|
GERAKAN antipenggunaan kantong plastik kian hari kian gencar. Semua bermula di San Francisco, Amerika Serikat. Pada Maret 2007, pemerintah setempat secara resmi melarang penggunaan kantong plastik di pasar swalayan, apotek, ataupun toko-toko lainnya dalam mengemas belanjaan konsumen. Setahun kemudian, gerakan ini menyebar luas ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Irlandia, misalnya, untuk setiap kantong plastik yang dikeluarkan oleh toko, dikenakan biaya tambahan kepada para pembeli. Menurut laporan Waste Watch, lembaga nonprofit yang bermarkas di Inggris, penerapan biaya itu telah menurunkan penggunaan kantong plastik hingga 90 persen. Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, kini tengah berusaha membatasi penggunaan plastik untuk kebutuhan sehari-hari, baik sebagai kantong maupun kemasan. Regulasi tentang pengelolaan sampah dan plastik pun tengah digodok. Diperkirakan bakal rampung tahun depan. Kementerian mendukung upaya masyarakat mengurangi sampah plastik, termasuk inisiatif sejumlah supermarket yang mengurangi penggunaan kantong plastik. Salah satu retailer besar, Super Indo, misalnya, meluncurkan program penggunaan kantong pakai ulang yang diberi nama Green Bag pada awal bulan ini. ”Green Bag dibuat dari bekas karung beras yang dijahit ulang,” ujar Melanie Dharmosetio, Vice Executive Director Super Indo. Dalam hitungan Melanie, rata-rata satu orang yang berbelanja bisa memakai lima atau enam kantong plastik dalam satu hari. Bila dijumlah, penggunaan kantong plastik di seluruh cabang Super Indo bisa mencapai 300 ribu lembar per hari. Dengan memakai Green Bag, tas berukuran cukup besar yang dilengkapi kantong kecil di dalamnya dan dijual seharga Rp 10 ribu, konsumen bisa mengurangi pemakaian kantong plastik. Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung beberapa waktu lalu juga menggelar Anti Plastic Bag Campaign. Tujuan kampanye ini untuk memberi informasi tentang dampak negatif penggunaan kantong plastik. Gabriel Wahyu Titiyoga Post Date : 24 November 2008 |