Gotong Royong Mengelola Sampah

Sumber:Kompas - 11 April 2008
Kategori:Sampah Jakarta

Setiap individu adalah produsen sampah dari aktivitasnya sehari-hari. Berbagai jenis sampah pun, baik sampah organik maupun anorganik, kemudian akan dibuang setiap rumah tangga. Begitu sampah masuk ke bak sampah, umumnya orang menganggap persoalan akan beres karena ada tukang sampah yang akan mengurusnya.

Anggapan itu kini harus segera berubah seiring keluarnya Undang-Undang Pengelolaan Sampah yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu (9/4). Dengan demikian, bulan ini Presiden akan mengesahkan UU Pengelolaan Sampah itu.

Ini artinya akan ada hak, kewajiban, dan sanksi hukum terhadap aktivitas semua pihak yang melanggar undang-undang tersebut. Di dalamnya ditetapkan kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan kompensasi dan insentif bagi masyarakat yang mengikuti UU itu.

Undang-undang ini menetapkan kewajiban bagi setiap orang, pengelola kawasan, dan produsen dalam mengelola sampah yang dikeluarkannya. Dalam Pasal 12 disebutkan, setiap orang wajib menangani sampah dengan cara berwawasan lingkungan. Sedangkan pengelola kawasan, baik permukiman maupun kawasan komersial, industri, dan kawasan khusus, serta pengelola fasilitas umum atau sosial juga diwajibkan menyediakan sarana pemilahan sampah.

Pihak industri atau produsen harus mencantumkan label atau tanda terkait dengan pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produknya. Produsen juga wajib mengelola kemasan produknya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Ilyas Asad, Deputi V Penataan Lingkungan, menjelaskan, ketentuan ini mewajibkan produsen menarik bekas kemasan produknya sehingga produsen bertanggung jawab menjaga lingkungan. Ketentuan ini juga mendorong produsen menggunakan bahan yang ramah lingkungan.

Ketentuan terkait dengan hak dan kewajiban bagi masyarakat, industri, dan pengelola kawasan akan segera diikuti dengan peraturan pemerintah yang mengatur petunjuk teknik pengurangan sampah, insentif dan disinsentif, serta kompensasi.

Menurut Hermien Roosita, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH), pemerintah akan memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk bagi produsen yang mengadakan alat pengolah limbah dan disinsentif berupa kenaikan pajak atas pelanggaran terhadap undang-undang.

Undang-undang ini juga mengatur tentang kewajiban pihak pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberikan kompensasi, antara lain berupa relokasi, pemulihan lingkungan, dan biaya pengobatan, kepada orang yang terkena dampak negatif kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.

Selain itu diatur pula tentang sanksi pidana dan administratif bagi pengimpor sampah dengan penjara kurungan 3 hingga 12 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Dan bila pengelola sampah yang melakukan pelanggaran berupa pencemaran hingga menyebabkan kematian, mereka akan diancam pidana penjara 4 sampai 15 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar.

Tiga kota percontohan

Dengan berlakunya UU Pengelolaan Sampah, pemerintah akan lebih mendorong sistem 3R (reuse, reduce, dan recycle) sebagai pengganti sistem open dumping atau TPA yang banyak diprotes masyarakat.

Selama ini sistem 3R pada tingkat rukun warga hingga kelurahan telah banyak diterapkan. Di Jakarta saja, sejak tahun 2000 telah dikembangkan unit percontohan tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) seluas 640 meter persegi di Rawasari untuk skala kecamatan. Pada tahun 2001 model pengelolaan sampah menuju zero waste ini direplikasi di lima tempat oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, jelas Sri Bebassari, Ketua Eksekutif Asosiasi Persampahan Indonesia, yang merintis pendirian TPST itu ketika menjadi peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Pengembangan TPST itu dalam skala lebih besar, berdasarkan pengamatan M Gempur Adnan, Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran KLH, tak berlanjut.

Kini, dengan keluarnya UU Pengelolaan Sampah, KLH mendorong penerapan sistem 3R pada skala kota. Saat ini uji coba sistem 3R mulai dilakukan di Jombang, Singaparna, dan Magelang selama dua tahun.

Sedangkan untuk kota besar dan metropolitan akan didorong menerapkan sistem semi dan full sanitary landfill. Ada 26 kota besar dan metro yang diminta menyusun sistem ini dan sebaliknya menutup TPA sampah atau open dumping. Penggantian itu harus dilaksanakan kota-kota besar di Indonesia dalam waktu dua hingga lima tahun mendatang. ”Saat ini total sanitary landfill telah dirintis di Surabaya,” ujarnya.

Untuk mendorong pemda menerapkan sistem pengolahan limbah ramah lingkungan, KLH akan memasukkannya dalam program Adipura. ”Mulai Juni nanti semua pemda sudah harus memberikan rencana penutupan TPA. Pemda yang dapat menutupnya dalam dua tahun dan menerapkan 3R terbanyak akan diberi nilai tinggi dalam Adipura,” ujarnya.

Penerapan pola pemilahan sampah ini akan berdampak positif, bukan hanya tercapai perbaikan lingkungan dan reduksi emisi gas metan, namun juga membuka lapangan kerja dan meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Yuni Ikawati



Post Date : 11 April 2008