|
KESULITAN air bersih yang dihadapi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Timur telah melahirkan sebuah gagasan di benak sekelompok anak muda. Kalaupun ada akses terhadap air bersih, warga pulau kecil harus berjalan kaki sejauh 3 hingga 5 kilometer untuk mencapai sumber air. Itu belum apa-apa. Di musim kemarau, sumber air kerap mengering sehingga warga didera krisis air. Apa yang dialami masyarakat pesisir itu ternyata terus mengganggu pikiran tiga anak muda yang tergabung dalam komunitas bernama Geng Motor Imut. Imut, atau aliansi masya rakat peduli ternak, terdiri dari tiga orang. Dua orang di antara mereka alumnus Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, dan satu orang alumnus Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira. Mereka ialah Noverius Hauteas Nggili, 35, Donald Wiliam Mangngi, 26, dan Noldy Perly Franklin, 34. Nama Geng Motor dipilih karena ketiganya selalu berkelana dengan mengendarai sepeda motor dari kampung ke kampung untuk memberikan pemahaman kepada peternak mengenai cara beternak, memberikan pakan, hingga mencegah dan mengobati ternak yang sakit. Suatu ketika mereka tiba di Tereweng, pulau berbentuk gunung api di Kabupaten Alor. Perjalanan panjang de ngan kapal feri dan perahu motor dari Kupang ke Alor tidak membuat me reka lelah. Di pulau itu mereka sama sekali tidak menemukan air tawar. Warga di sana ternyata minum air payau yang diambil dari sumur di tepi pantai. Yang membuat mereka terbelalak ialah di dekat permukiman penduduk teronggok mesin desalinator raksasa yang rusak karena tidak terawat. Desalinator adalah mesin pengubah air laut menjadi air tawar dengan menyaring molekul dan ion-ion yang terdapat dalam air laut (reverse osmosis). Harganya bukan main, mencapai Rp1,4 miliar. “Mesin rusak karena warga tidak pernah diajari cara merawat mesin. Mereka hanya dilatih cara menghidupkan dan mematikan mesin,“ kata Koordinator Umum Geng Motor Imut Noverius. Upaya agar kejadian itu tidak terulang kembali dan warga tidak lagi meng alami kesulitan air ber sih akhirnya menjadi misi mereka. Apa lagi jumlah pen du duk yang bermu kim di tujuh pulau kecil itu mencapai ratusan ribu orang. Setelah mengolah pikiran selama bertahun-tahun, gagasan itu menemukan bentuk pada 2005, yakni sebuah alat pengubah air laut ke air tawar berukuran kecil yang diberi nama Desalinator Imut. Prototipe alat ini berfungsi ganda karena sekaligus menghasilkan garam. Uji coba pertama pada tahun yang sama di Pulau Sabu berjalan sukses. Selama kurun waktu 20052011, Noverius dan dua rekannya terus bekerja menyempurnakan desalinator mereka. “Masyarakat dapat dilatih membuat dan mengopera sikan desalinator sendiri karena pengerjaan dan pengoperasiannya mudah. Bahan-bahan yang ada di sekitar kita, seperti kayu balok dan plastik bening, bisa membantu pengoperasiannya,“ kata Noverius. Termotivasi krisis air Krisis air berkepanjangan yang kerap melanda sejumlah daerah di NTT menjadi motivasi anak-anak muda ini menciptakan Desalinator Imut. Dengan delapan bulan kemarau, setiap tahun krisis air selalu mendera daerah itu, terutama pada puncak kemarau OktoberNovember. Petani pun harus siap menderita gagal tanam karena kekurangan air. Persoalan di pulau kecil lain lagi. Di pulau kecil, kebu tuhan air bersih masih menjadi barang langka. Masyarakat pulau sering memanfaatkan air yang diambil dari batang pohon pisang, seperti yang dilaku kan penduduk Pulau Palue di Kabupaten Sikka. Bahkan, empat dari tujuh pulau kecil berpenghuni di NTT tidak memiliki air bersih, seperti Pulau Ndao, Kera, Buaya, dan Ternate. Di pulau-pulau itu masyarakat hanya mengandalkan air hujan sebagai satu-satunya sumber air minum serta ke butuhan mandi dan cuci. Menurut Noverius, Desa li nator Imut dibangun de ngan konstruksi yang sa ngat mudah sehingga implementasinya diyakini tidak bermasalah. Ongkos pembuatan per unit pun cuma Rp1.250.000, sangat murah jika dibandingkan dengan desalinator buatan pabrik. Inovasi tersebut bisa bermanfaat bagi ma syarakat di pulau kecil. Untuk mendukung opti malisasi pemanfaatannya, mereka bersedia berbagi ilmu, seperti panduan peng operasian, sosialisasi kepa da masyarakat, sekaligus melatih warga yang berse dia memanfaatkan Desalina tor Imut. “Kami ingin mengampa nyekan nilai ekonomis yang akan masyarakat peroleh berupa air bersih dan ga ram sekaligus, daripada jika mereka naik sampan dan perahu motor membeli air bersih ke pulau-pulau besar,“ kata Noverius. Guna memperlancar pe ma syarakatan peralatan itu, Geng Motor Imut mulai membangun kerja sama de ngan pemerintah dan lemba ga swadaya masyarakat untuk mewujudkan mimpi pemenuhan air bersih bagi masyarakat. Kendati demi kian, desalinator itu diakui masih memiliki kelemahan, terutama di musim hujan. Ketika itu, sinar matahari sebagai sumber pemanas berkurang. Namun, jangan khawatir dulu. Mereka ternyata sudah menciptakan filter sederhana yang ditempatkan di bak pe nampung air hujan. Dengan sistem tersebut, air hujan yang ditampung di bak akan menjadi higienis. “Masyarakat pesisir sudah terbiasa i menggunakan air hujan se bagai air minum sehingga kebutuhan air akan tetap terpenuhi,“ ujarnya. PALCE AMALO Post Date : 31 Januari 2012 |