|
Sudah sebulan ini warga Muara Baru, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, menderita akibat terendam air laut pasang. Pada Senin (26/11) pukul 10.00-14.00, Muara Baru nyaris terendam total karena tinggi air mencapai 1,7 meter. Wilayah genangan juga meluas hingga Luar Batang dan Pasar Ikan. Usaha-usaha produktif warga pun mati suri. Rayeb, nenek berusia 60 tahun, warga RT 20 RW 17, Muara Baru, berdiri menggigil di tepi Masjid Nurul Mubin, Senin sekitar pukul 12.30. Masjid itu berada di tepi persimpangan Jalan Muara Baru, Pluit Selatan, dan Gedong Panjang yang berjarak 1,5 kilometer dari rumah tinggalnya. Daster Rayeb basah kuyup terendam air laut pasang. Air setinggi pinggangnya telah membasahi daster itu sehingga membuatnya menggigil. Dia baru saja menerobos air untuk menghantar cucunya, Habibah (22), yang hendak mengungsi ke Pasar Minggu. Habibah menggendong bayinya, Naura, yang berusia dua minggu. "Kami khawatir air semakin tinggi," kata Habibah. Rayeb sebenarnya tidak hanya mengkhawatirkan buyutnya, Naura, tetapi juga kondisi tubuhnya yang kian rapuh menahan dingin akibat terendam air. Di saat itu juga dia bingung hendak pulang dengan apa karena air laut pasang semakin tinggi pada pukul 12.30. "Tadi, waktu kami tinggalkan rumah sekitar pukul 10.30, tinggi genangan sudah sepinggang saya. Sekarang tentu saja semakin tinggi. Suami saya, Nai (70), dan anggota keluarga yang lain sudah naik ke loteng," ujar Rayeb sambil sesekali memerhatikan buyutnya. Semua warga Muara Baru menderita seperti Rayeb. Mereka tidak bisa tidur tenang, rumah mereka terendam sejak awal pekan keempat Oktober lalu. Usaha dagang keliling, warung makan, kios barang-barang pokok, usaha menjahit, salon, toko bangunan, semuanya terendam. "Kami seperti mati suri," kata seorang warga. Faisal Rahman (65), warga Luar Batang, Muara Baru, dengan sedih hati menyaksikan 50 meter kubik kayu olahan untuk bahan bangunan terendam air laut. Tidak ada lagi pelanggan yang datang ke tempatnya untuk membeli kayu. "Biasanya, selalu ada yang menggunakan mobil kecil bak terbuka datang membeli. Sekarang mereka pasti takut mobilnya mogok atau rusak karena air laut," kata Faisal. Dia menjual atau menyediakan potongan-potongan kayu untuk bahan bangunan sejak tahun 1967. "Sepanjang usia saya di Muara Baru, baru sekali ini kondisinya parah. Tahun 2002 memang sempat ada air pasang, namun bercampur banjir karena hujan. Kali ini, di saat panas terik menyengat, tiba-tiba air laut naik sampai ke tempat penjualan kayu saya ini," katanya. Sehari sebelumnya, yakni hari Minggu, air pasang belum mencapai gudangnya yang berjarak 2,5 kilometer dari tepi laut. Tetapi, pada Senin siang, air laut pasang menggenangi setinggi 60 sentimeter di gudang Faisal dan rumah-rumah warga sekitarnya di Luar Batang. "Benar-benar apes," kata Faisal. Usaha warung makan skala kecil milik Jumiyem (40) juga tidak luput. Warungnya menjual nasi ayam dan ikan goreng serta goreng-gorengan seperti tahu, tempe, dan pisang. Setiap hari biasanya selalu ada 20 pengunjung langganannya, yakni tukang becak, ojek sepeda atau sepeda motor, dan buruh pelabuhan, datang ke warung makannya. Akibat air pasang, tidak seorang pun datang ke warungnya. "Saya sangat terpukul," katanya. Semua usaha produktif warga mati suri. Amin (44), yang memiliki toko bangunan di Muara Baru, juga stres karena sebagian barang yang dijualnya, berikut tokonya, telah terendam air laut pasang seperti yang dialami warga lainnya juga. Besi dan paku tidak sempat diselamatkan ketika air tiba-tiba muncul. Setumpukan material bangunan berupa pasir sebanyak tujuh meter kubik, setara dengan Rp 1,2 juta, telah hanyut akibat arus air. Sepuluh karung pasir yang ditumpuk di depan tokonya tidak sanggup membendung arus air. Tidak hanya itu, dua sepeda motornya rusak akibat terendam air laut itu. "Saya pusing dan stres. Sekarang ini, akibat air pasang, kami tidak bisa dagang. Barang-barang rusak, toko terendam, sepeda motor pun ikut terendam di dalamnya," kata Amin dengan suara lirih. Warga juga sudah tidak sanggup lagi menahan rasa marah. Tetapi mereka tidak tahu harus meluapkan ke mana amarah mereka itu. Hanya satu hal yang mereka ingat, air laut pasang itu tidak separah tahun-tahun yang lalu. Pada tahun 2002/2003, air pasang tidak separah yang terjadi kemarin. Mereka menduga, penyebab utamanya adalah karena tanggul jebol di sisi timur Muara Baru serta tidak berfungsinya seluruh jaringan drainase di wilayah Penjaringan. Itu sebabnya kemarin siang lebih dari 200 warga di Luar Batang, mewakili warga Muara Baru, berunjuk rasa di Pintu Air Pasar Ikan. Mereka menuntut agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera membuka pompa air itu dan memperbaiki tanggul dan drainase. Drainase dan tanggul memang tidak berfungsi. Tetapi warga tidak tahu, pintu air itu untuk mengatur air sungai yang dibuang ke laut, bukan air laut yang akan dibuang ke kali. Pascal S Bin Saju Post Date : 27 November 2007 |