|
Jakarta, Kompas - Fenomena gelombang pasang air laut tinggi masih akan menghantam kawasan pesisir. Eksploitasi gegabah kalangan pemodal dengan restu pemerintah, yang menghancurkan kawasan rawa dan hutan bakau yang berfungsi sebagai penghalang air pasang, mengakibatkan gelombang pasang itu menggenangi permukiman di pesisir dilanda banjir. Berdasarkan prakiraan Jawatan Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut, pasang laut tertinggi di Teluk Jakarta akan berkisar pada 2,2 meter, dengan periode setiap 15 hari. Pasang laut setinggi itu diperkirakan akan terulang pada pekan kedua dan keempat Desember mendatang. Pakar meteorologi dari Institut Teknologi Bandung Armi Susandi, Selasa (27/11), mengatakan, gejala gelombang pasang akan lebih kerap terjadi seiring pengaruh perubahan iklim global. Dampak gejala alam itu tidak mampu tertangani karena rusaknya ekologi di pesisir. Selain di Jakarta, gelombang pasang pada Senin dan Selasa lalu juga terjadi di Subang, Jawa Barat, dan Lampung. Di Subang, sebanyak 547 rumah, serta tambak di Desa Legon Kulon dan Desa Mayangan, terendam air pasang. Di Bandar Lampung, 17 rumah rusak diterjang gelombang yang mencapai 2 meter. Suswanto Rasidi, ahli ekologi perkotaan dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, menuturkan, gelombang pasang itu tidak akan berakibat banjir parah jika keberadaan rawa dan hutan bakau di kawasan pesisir dipelihara. Rawa berfungsi sebagai tempat parkir air setiap kali laut pasang. "Selain itu, mangrove (bakau) efektif sebagai penghalang air pasang. Gelombang tsunami setinggi 4 meter diredam tinggal 1 meter berkat hutan mangrove setebal 1 kilometer," ujar Suswanto. Sudah diperingatkan Pada tahun 1980-an, Suswanto juga pernah dimintai masukannya sebagai ahli menjelang reklamasi untuk pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) di Jakarta Utara. Ia sudah memperingatkan potensi banjir yang akan ditimbulkan. Meski proyek itu akhirnya dipaksakan juga, Suswanto merekomendasi pihak pengembang membuat buffer zone berupa vegetasi bakau dan tanaman lainnya di kawasan pesisir. "Tetapi ketika dokumen amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) itu sudah jadi, rekomendasi kami soal buffer zone ternyata tidak dimasukkan," ujarnya. Kendalikan eksploitasi Pengamat lingkungan dan ahli tata kota Bianpoen mengatakan, kekacauan tata kota dan lingkungan bukanlah berawal dari persoalan teknis. Penyebab mendasarnya adalah etika dan integritas moral pemangku kekuasaan hanya sibuk memelihara kekuasaannya dan golongannya. "Ketika Binaria (lalu menjadi Ancol) dibuka dengan membabat bakau, kita belum paham fungsi bakau dan rawa. Namun, ketika PIK akan dibangun, pengetahuan soal itu sudah ada, tetapi diterabas juga," ujar Bianpoen. Hentikan eksploitasi Suswanto, Bianpoen, ataupun Armi menyebutkan, saat ini tak ada solusi selain menghentikan eksploitasi yang gegabah di kawasan pesisir, lalu membuat hutan bakau buatan. Suswanto menekankan, perlu ada coastal management (manajemen kawasan pesisir) di negeri kepulauan ini sehingga lingkungan terjaga. Menurut Bianpoen, perkembangan kota tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Faham itu senantiasa memenangkan pemodal dan menuai ongkos sosial dan lingkungan yang tinggi. Pengamat hidrologi UI Firdaus Ali mengatakan, ketiadaan tempat parkir air diperparah oleh penurunan muka air tanah yang terus terjadi. Hal itu sebagai dampak penyedotan air tanah dalam secara besar-besaran oleh aktivitas pembangunan properti. Namun, menurut Kepala Subdinas Pengendalian Sumber Daya Air dan Pantai Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta I Gde Nyoman Soewandhi, banjir akibat gelombang air pasang berawal dari jebolnya tanggul Pluit di dua lokasi. Pada bagian yang jebol itu sudah ditutup dengan bronjong dan karung pasir. Tinggi tanggul hanya 160-170 sentimeter dari peil Tanjung Priok. Peninggian rencananya dilakukan tahun 2008 dengan dana Rp 15 miliar. Korban menjerit Di Jakarta, sekitar 16.000 warga korban air laut pasang di Muara Baru dan sekitarnya, di Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, menjerit kesulitan makanan dan air bersih. "Kapasitas dapur umum sangat terbatas," ujar Enje (67), warga Muara Baru. Para korban ini juga sudah mulai terserang penyakit, seperti gatal-gatal, diare, dan ancaman wabah demam berdarah. Menanggapi soal banjir di Km 27, Jalan Tol Sedyatmo, Dirjen Bina Marga Departemen PU Hermanto Dardak mengatakan, tol Ulujami-Bandara Soekarno-Hatta akan selesai tahun 2008. "Jalan ini bisa menjadi alternatif jalan tol menuju bandara. Tidak lagi tergantung pada Jalan Tol Sedyatmo," katanya. Sementara itu, PT Kereta Api dan PT Angkasa Pura berkolaborasi membangun PT Railing yang akan membangun dan mengoperasikan KA dari Stasiun Manggarai menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. (SF/ECA/CAL/WIN/MKN/KSP/ HLN/JON/CHE/A04/A05/A08) Post Date : 28 November 2007 |