PENGOLAHAN energi sampah dari seluruh tempat pembuangan akhir (TPA) di berbagai wilayah di Indonesia belum menjadi perhatian pemerintah setempat. Kondisi demikian memaksa penipisan lapisan ozon
Demikian dikatakan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Suryono Hadi Sucahyo saat ditemui sedang melakukan penelitian pengolahan sumber daya alam dan lingkungan di Bantar Gebang, beberapa waktu lalu
Rata-rata TPA di Indonesia mene rapkan sistem sanitary landfill, yakni menumpuk dan mengubur sampah dengan tanah. “Lambat laun sampah menjadi menggunung hingga lahan menyempit,” katanya
Ironisnya pemerintah tidak me- nyadari bahwa gas metana dari ha sil tumpukan sampah berhembus dan mengancam jiwa manusia yang bermukim di sekitar TPA
Menurut pakar lingkungan ini, indikator mengubah image bau menjadi segar serta nyaman sangat sulit terealisasi. “Jangankan membuat lokasi nyaman dan indah, mengolah sampah menjadi
sebuah energi bermanfaat saja belum terlihat.” Pada prinsipnya tumpukan sam pah mengandung gas metana (Ch4). Senyawa tersebut dihasilkan oleh pembusukan sampah or ganik dari sebuah landfill (tempat pembuangan sampah)
Selama ini gas metana dibiarkan menguap hingga memberikan kon tribusi utama terhadap pemanasan global, yakni 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbon dioksida (Co2). Dampak efek rumah kaca tersebut harus dengan si gap diatasi agar lapisan ozon tidak menipis
Salah satu TPA yang telah berhasil mengolah energi sampah adalah Bantar Gebang dengan pengolahan pupuk kompos dari sampah organik
“Bahkan gas metana juga telah diserap untuk dijadikan listrik sebe sar 26 megawatt per hari. TPA ini memang masih jauh dari baik, tetapi lebih baik dibanding TPA lain di Tanah Air,” lanjut Sur yono Syarat TPA yang baik bilamana berhasil mengolah sampah menjadi kompos, arang aktif, asap cair, dan listrik. (GG/J-1)
Post Date : 12 Juni 2009
|