|
CIREBON (Media): Hasil pengamatan Kantor Pengelola Lingkungan Hidup (KPLH) Kota Cirebon, dalam beberapa pekan terakhir menyebutkan, gas metan yang berasal dari tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kopiluhur, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, sewaktu-waktu bisa meledak akibat terbakar matahari. Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Kabid Wasdal) KPLH Kota Cirebon Yati Rohayati, Sabtu (16/4), mengatakan, hal itu akibat kondisi TPA sampah Kopiluhur yang semakin mengkhawatirkan. Penumpukan sampah tidak menggunakan sistem pelapisan tanah setiap ketinggian satu meter sampah. "Akumulasi gas metan dalam tumpukan sampah bisa menimbulkan ledakan dan kebakaran," tambah Yati. Warga di sekitar TPA Kopiluhur diminta waspada, terutama bagi pekerja dan petugas TPA Kopiluhur. Yati menyebutkan, ledakan gas metan sangat mudah terjadi terutama pada musim kemarau nanti. Selain karena gas metan bisa meledak, kata dia, dampak paling nyata adalah baunya yang tidak sedap yang berasal dari gas metan. Apalagi di TPA Kopiluhur belum dipasang alat pengikis (filter) emisi gas di dalam sampah. Menurut Direktur LSM YBLH Yoyon Suharyono, Minggu (17/4), bahaya gas metan baru bisa terasa dampaknya jika sudah ada korban yang meninggal akibat menghirup gas metan dan akibat ledakannya. YLBH sudah melakukan penelitian dan pengamatan di kawasan TPA Kopiluhur. "Indikasi keberadaan gas metan berbahaya itu keluar dari sela-sela udara di tumpukan sampah. Gas metan merupakan limbah sampah yang tergolong bahan beracun dan berbahaya (B3)," ungkap Yoyon. Ancaman Pemprov Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar mengancam akan menutup sejumlah pabrik (industri) tekstil di wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya, jika terbukti membuang limbah (beracun) tanpa prosedur atau standar yang berlaku. Hal itu menyusul sekitar ratusan areal persawahan (tanaman padi) di sekitar Kabupaten Bandung terkena limbah, bahkan sebagian besar di antaranya terancam gagal panen (puso). Kepala Bagian (Kabag) Humas Pemprov Jabar Yanto Subiyanto kepada Media, kemarin, mengatakan, pihaknya bersama Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, masih melakukan penelitian terhadap sejumlah pabrik yang berada di wilayah Kabupaten Bandung, di antaranya Kecamatan Padalarang, Rancaekek dan Soreang. Di samping itu, ungkapnya, BPLHD sendiri juga tengah membentuk tim khusus untuk meneliti pabrik mana saja, yang terindikasi membuang limbah sembarangan, sehingga areal sawah di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung terkena limbah. "Jika, memang ada industri tekstil di Kabupaten Bandung yang mengeluarkan limbah jenis B3 (limbah mematikan), tanpa disertai aturan baku, kami bersama dinas dan instansi terkait lainnya akan memberikan sanksi, di antaranya penutupan. Namun, untuk saat ini, kami bersama BPLHD Jabar, dalam waktu dekat akan memberikan kepada manajemen pabrik," ujar Yanto seraya menambahkan, belum ada perhitungan kerugian akibat tanaman padi yang rusak akibat terkena limbah. Diungkapkan Yanto, pihaknya bersama Dinas Pertanian (Disperta) Jabar masih mendata, terkait dengan berapa jumlah areal tanaman padi yang terkena limbah. "Data saat ini yang diperoleh dari BPLHD, ada ratusan hektare, atau di bawah seribu hektare areal persawahan yang terkena limbah pabrik (tekstil). Angka tersebut bisa saja berubah, karena penghitungan (terhadap areal tanaman padi) masih dilakukan," paparnya. Sementara Kepala BPLHD Jabar Ade Suhanda mengatakan, di Kecamatan Rancaekek ada sekitar 22 pabrik tekstil, yang terindikasi sengaja membuang limbah ke air permukaan sungai, yang berada di sekitar lokasi warga. Limbah itu, tambahnya, diduga tidak diolah sesuai peraturan. (SR/EM/SG/S-2) Post Date : 18 April 2005 |