Gali Peluang lewat Sampah

Sumber:Media Indonesia - 22 Januari 2010
Kategori:Sampah Jakarta

BAGI sebagian besar orang, tumpukan koran bekas atau sampah kertas hanya pantas untuk dibuang ke tong sampah. Namun, di mata Yustinus Tri Haryanto, sampah kertas dilihat dapat diubah menjadi suatu objek yang menarik serta memiliki nilai ekonomi dan sosial.

Sore itu, teras kediaman Tri, begitu biasanya pria kelahiran Yogyakarta, April 1947 ini disapa, penuh dengan anak-anak usia sekolah. Mereka sedang sibuk memelintir dan memilin kertas hingga menempel serta berbentuk memanjang seperti tali.

Bau adonan lem dan cat yang menyengat kelihatannya tidak mampu mengusik konsentrasi anak-anak yang sedang membuat kerajinan.

"Setelah berwujud seperti ikatan tali, kertas tinggal dibentuk dengan cetakan dan jadilah barang-barang seperti celengan, alat peraga anak sekolah, vas bunga hias dan lainlain," sebut bapak enam anak ini.

Dengan bangga, Tri mempertontonkan hasil kerajinan kertas yang sudah jadi. Nampak terlihat vas bunga cantik berwarna cokelat kayu untuk diletakkan di ruang tamu, celengan berbentuk rumah, rumah-rumahan adat dari kertas yang digulung, keranjang buah untuk meja makan, dan alat-alat peraga untuk pendidikan anak usia dini yang terbuat dari kertas yang diblender. Rata-rata semua dicat dengan warna tanah, seperti cokelat dan hitam. Bila diperhatikan, sepintas objek-objek itu seperti dibuat dari bahan kayu atau rotan.

Lantaran baru merintis bisnis ini selama empat tahun, Tri mengaku keuntungan ekonomis yang diperoleh belum seberapa. Untuk pemasaran, misalnya, Tri dan kawan-kawan hanya mengandalkan pameran. Jika ada yang tertarik, peminat tinggal menelepon. Jika puas, praktis mereka jadi pelanggan.

Namun, ia optimistis, bisnis baru yang digelutinya ini bakal menghasilkan laba lumayan. Pasalnya, dia melihat seorang di Yogyakarta yang tengah menekuni bisnis yang sama sudah berhasil mengekspor produknya ke mancanegara.

Sejatinya, dengan membentuk sanggar ini, Tri ingin memberi bekal ilmu kepada anak-anak putus sekolah di sekitar wilayah tempat tinggalnya yang berlokasi di kawasan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam perjalanannya, yang aktif berlatih justru anak-anak usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

Menurut Tri, ia menghabiskan sekitar lima kilogram koran. Bahan baku bisa diambil dari sumbangan kertas bekas yang dikumpulkan umat dari Gereja Trinitas, Cengkareng, sumbangan kantor-kantor, atau kalau terpaksa dia harus membeli sebesar Rp5 ribu per kg.

Supaya ramah lingkungan, Tri memanfaatkan bahan tumbuhan alami seperti kunyit, getah pohon angsana, dan kapur sirih untuk pewarnaan.

Untuk memasarkan produk buatannya, Tri mengikuti pameran satu sampai dua bulan sekali. Lewat pameran, ia berharap peluang untuk mengembangkan bisnisnya jadi lebih terbuka.

Kendati hidup bersentuhan dengan sampah dan awalnya mendapat banyak cibiran, Tri mengaku tidak merasa malu untuk hidup dengan mengolah sampah. "Yang penting tidak menjadi sampah masyarakat." (Tlc/S-11)



Post Date : 22 Januari 2010