Fasilitas Sanitasi Kota Bandung Baru 15%

Sumber:Koran Sindo - 26 Mei 2010
Kategori:Sanitasi

BANDUNG (SI) -–Kepadatan penduduk Kota Bandung yang sudah mencapai titik jenuh tidak didukung infrastruktur sanitasi yang memadai.

Pemkot Bandung mengakui,infrastruktur sanitasi baru tercapai angka pertumbuhan 15%.Persoalan sanitasi terberat adalah sampah, limbah rumah tangga, limbah dari rumah sakit dan industri. ”Kendala lain juga banyak sekali. Kepadatan penduduk juga bisa mengakibatkan orang membangun rumah jadi tidak sehat,”jelas Direktur Permukiman dan Perumahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Budi Hidayat di sela-sela ”Lokakarya Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman” bekerja sama dengan Infrastructure Enchancement Grant (IEG) AUSAIDAustralia di Auditorium Balai Kota Bandung,Jalan Wastukencana, Kota Bandung,kemarin.

Pembangunan sanitasi sangat disadari perlu perhatian memadai berbagai pihak, khususnya pemerintah untuk menyediakan alokasi anggaran dan fasilitas yang memadai. Pembangunan tersebut harus dilaksanakan secara komprehensif, multisektoral, dan berkelanjutan sehingga manfaatnya benar-benar maksimal dirasakan masyarakat. Wali Kota Bandung Dada Rosada mengakui,infrastruktur sanitasi berupa fasilitas penyediaan air bersih, pembuangan dan pengolahan tinja, air limbah, dan sampah, saat ini memang masih di angka 15%.Pihaknya menyadari,sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan, mencakup perumahan, pembuangan kotoran, dan penyediaan air bersih. Dada menegaskan,secara bertahap pihaknya akan meningkatkan infrastruktur sanitasi tersebut minimal menjadi 25% pada 2010 ini.

Diharapkan dengan alokasi anggaran dalam APBD sebesar Rp51 miliar ditambah bantuan program pengembangan infrastruktur dari IEG AUSAID Australia, target tersebut bisa terwujud. ”Mewujudkannya perlu dukungan perubahan perilaku masyarakat secara melembaga dalam pola hidup bersih dan sehat, dimulai dari sanitasi pribadi,”ujar Dada di tempat yang sama. Sanitasi yang kurang memadai, menurut Dada, menjadi isu lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit, peningkatan biaya perawatankesehatandankebutuhan air bersih. Dia menyebutkan, 58% cakupan air limbah berasal dari penduduk, dan 65,2% sumber penyakit pada 2008 lalu disebabkan sanitasi buruk karena hanya 66,11% darijambankeluargayangmemadai.

”Percepatan pembangunan sanitasi di Kota Bandung merupakan kebutuhan mendesak yang pelaksanaannya harus dilakukan secara terintegrasi antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha,”paparnya. Dada berharap lokakarya tersebut menghasilkan pemikiran konstruktif bagi penyusunan dokumen strategisanitasiperkotaan(SSK).Sekaligus memudahkan perolehan pembiayaan serta meningkatkan akurasi target lokasi dan kelompok masyarakat yang membutuhkan infrastruktur sanitasi. Ditemui di tempat terpisah,Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bandung Taufik Rachman menjelaskan, saluran pembuangan air kotor di Kota Bandung masih banyak bercampur dengan drainase saluran terbuka.

Karena itu, upaya percepatan pembangunan sanitasi mutlak diperlukan dengan dukungan perubahan perilaku masyarakat. Belum lama ini, kata dia, Pemkot Bandung telah menambah jaringan induk layanan air kotor di sepanjang Jalan Soekarno Hatta ke arah Instalasi Pembuangan Air limbah (IPAL) Bojongsoang di Kabupaten Bandung.Pembangunan jaringan tersebut dibiayai bantuan pemerintah pusat sebesar Rp62 miliar. IPAL seluas 85 hektare dan terbesar di Asia Tenggara ini,menurut dia, masih ideal karena pemanfaatannya baru sekitar 48%,atau belum over capacity.

”Tugas Pemkot Bandung sekarang, bagaimana saluran buangan air kotor dari sejumlah rumah tangga connect ke saluran itu. Jika ini bisa dimaksimalkan, insya Allah bisa meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat,”kata Taufik. (CR-3)



Post Date : 26 Mei 2010