|
JAKARTA, KOMPAS - Kesepakatan meningkatkan kualitas sanitasi ditandatangani enam menteri pada pembukaan Konferensi Sanitasi Nasional 2007 di Jakarta, Senin (19/11) siang. Fokus utama kesepakatan ini adalah pengolahan limbah cair, penyediaan air bersih, dan menumbuhkan perilaku hidup sehat atau higienis kepada masyarakat. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengawali pembubuhan tanda tangan seusai menyambut Tahun Sanitasi Internasional 2008. Penandatanganan diikuti Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris. Adapun Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar diwakilkan. Selama 16 tahun, 1990-2006, perkembangan cakupan layanan sanitasi dasar hanya meningkat 24,34 persen. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) 2006, sekitar 40 persen keluarga Indonesia tidak memiliki fasilitas buang air besar. Sekitar 20 persen sama sekali tidak memiliki akses pada fasilitas buang air besar. Sekitar 59 persen keluarga Indonesia tidak memiliki tangki septik dan membuang kotoran di alam, antara lain kolam, sawah, sungai, dan kebun. Dari data Departemen Kesehatan, 50 dari 1.000 bayi meninggal karena diare karena sumber air terkontaminasi kotoran manusia, di antaranya lewat lubang sumur tak "berbibir". "Kondisi sanitasi yang belum memadai tersebut dikhawatirkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan dan target Millennium Development Goals (MDGs)," ujar Paskah Suzetta. Menurut anggota Komisi V DPR, Azwar Anas, kendala utama adalah kecilnya dana, yaitu 12 persen APBN untuk infrastruktur dan kurangnya koordinasi antarsektor lembaga terkait sehingga bantuan sering tumpang tindih. Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas Basah Hernowo mengatakan, target tahun 2009 sederhana saja, yaitu tidak ada lagi penduduk buang air besar di tempat terbuka. (A10) Post Date : 20 November 2007 |