|
Banda Aceh, Kompas - Banjir bandang disertai longsor melanda lima desa di Kecamatan Semadam, Aceh Tenggara, Nanggroe Aceh Darussalam, Selasa (18/10) sekitar pukul 22.00. Sedikitnya empat orang tewas, seorang hilang, 29 lainnya luka-luka, dan 268 rumah rusak. Bupati Aceh Tenggara Armen Desky yang dihubungi, Rabu, mengatakan, tercatat lima desa yang dilanda banjir bandang tersebut, yaitu Desa Lawe Beringin Gayo, Titi Pasir, Simpang Semadam, Kampong Baru, dan Semadam Awal. Dalam seminggu terakhir hujan deras mengguyur Aceh Tenggara. Lalu sejak Selasa pukul 16.00 hujan turun lebih deras. Akhirnya sekitar pukul 11.00, keesokan harinya, terjadi banjir bandang disertai longsor, katanya. Menurut Armen, terdapat lima titik longsor yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Titik longsor tersebut berada sekitar 32 kilometer dari lokasi longsor di Kecamatan Badar, Aceh Tenggara, pada April lalu. Tanah di kawasan tersebut adalah tanah berbatu yang memang rawan longsor. Pada tahun 1966 kawasan ini juga pernah longsor, katanya. Saat ini proses evakuasi masih dilakukan untuk mencari korban hilang dan kemungkinan adanya korban lain. Kurangnya alat berat menjadi kendala utama. Aceh Monitoring Mission yang berada di wilayah kami membantu proses evakuasi korban. Kini korban luka masih di Rumah Sakit Umum (RSU) Sahudin, katanya. Jumlah pengungsi sekarang ini mencapai 600 orang dan berada di tiga lokasi pengungsian, yaitu di Lapangan Terbang Alas Leuser, Gedung Olahraga Kutacane, dan Kantor Polsek Semadam. Penebangan hutan Menurut Armen, longsor di kawasan KEL tidak terkait dengan penebangan liar. Penebangan liar terjadi pada 15 km ke arah Blangkejeren dari Kutacane dan kini sudah ditangani, katanya. Ia mengakui, sejak lama di kawasan tersebut sudah ditanami kemiri oleh masyarakat. Sekarang usia tanaman kemiri banyak yang sudah 20 tahun lebih. Jadi proses penanaman itu sudah berlangsung lama, katanya. Beberapa tahun terakhir, menurut Armen, tanaman kemiri banyak ditebang dan diganti dengan tanaman cokelat atau sawit. Kondisi inilah yang kemungkinan menyebabkan kondisi tanah menjadi lebih labil. Menurut pengamatan Kompas, yang menelusuri kawasan tersebut akhir bulan September, perambahan hutan yang diikuti oleh pembakaran hutan di kawasan KEL memang marak terjadi. Di KEL sampai hari ini kerap terjadi banjir bandang yang memakan korban jiwa, di antaranya November 2003 di Bahorok dan 26 April 2005 di Badar. Saat itu ditemukan kayu balok yang diduga kuat hasil penebangan liar di wilayah KEL. (AIK/HAM) Post Date : 20 Oktober 2005 |