|
Nusa Tenggara Timur mulai dibasahi hujan. Biasanya, air yang selalu ditunggu-tunggu masyarakat itu hanya turun ke bumi 4-5 bulan, atau sekitar November-Desember hingga Maret-April. Selebihnya, April-Mei sampai November-Desember provinsi itu dilanda kekeringan. Meskipun demikian, Kepala Badan Stasiun Meteorologi El Tari Kupang Albertus Kusbagio, Selasa (6/11) di Kupang, mengingatkan, petani Nusa Tenggara Timur (NTT) jangan terjebak pada hujan yang turun beberapa hari terakhir ini. "Musim hujan sesungguhnya terjadi akhir November atau awal Desember nanti. NTT belum memasuki musim hujan. Kita bisa pastikan musim hujan sudah tiba kalau terjadi 10 hari berturut-turut, kemudian 10 hari berturut-turut lagi," kata Kusbagio seraya mengakui frekuensi hujan sekarang ini memang lebih besar dari tahun lalu. Meskipun dapat dikatakan air begitu berarti di NTT, kenyataan menunjukkan, hingga kini belum ada upaya pemerintah memanfaatkan air hujan yang melimpah seperti saat ini. Air hujan dibiarkan mengalir begitu saja sampai ke laut. Padahal, persoalan kekeringan, kekurangan air bersih, gagal panen, busung lapar, diare, dan muntah berak sebagai akibat kekurangan air bersih selalu muncul setiap tahun. Menurut data yang diperoleh Kompas, di Kota Kupang sekarang ini baru 15 persen dari 250.000 penduduknya yang bisa menikmati pelayanan air bersih. Selebihnya, mau tidak mau harus membeli air (yang diangkut dengan mobil tangki) atau mengusahakan sumur bor pribadi. Kekeringan juga sering kali mengakibatkan gagal panen sehingga daya beli masyarakat menurun. Selain itu, usaha peternakan rakyat pun terkena dampaknya. Kualitas daging sapi dan kerbau, misalnya, akan merosot di musim kemarau. Berat badan ternak biasanya turun drastis sampai ratusan kilogram akibat kekurangan pangan. Padahal, ternak besar seperti itu termasuk komoditas unggulan NTT. Pembangunan Pejabat Pembuat Komitmen untuk Pengembangan Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) Wilayah Nusa Tenggara II Ir Budi Sucahayono mengemukakan, di NTT yang kering dan tandus sebenarnya sangat cocok dibangun embung atau bendungan dalam jumlah banyak. Embung bisa difungsikan untuk pengairan dan pemenuhan kebutuhan air bersih. Makin banyak embung, makin hijau dan segar daerah sekitarnya. Selain itu, persoalan air bersih pun tentunya bisa teratasi. Ia memberi contoh, sebelum Bendungan Tilong, sekitar 20 kilometer arah timur Kota Kupang dibangun, daerah sekitarnya dikenal sangat kering dan tandus. Setelah Bendungan Tilong hadir pada tahun 1990-an, daerah dataran rendah di Oesapa, Noelbaki, dan sekitarnya menjadi sentra produksi padi dan lingkungan itu pun menjadi segar karena banyak pohon. Dalam konteks itu, ribuan sungai kering dan ngarai yang ada di NTT sebenarnya sangat cocok untuk dibangun menjadi embung. Sekarang ini, pada musim hujan semua kali dan ngarai selalu menyalurkan air hujan dalam jumlah jutaan meter kubik ke laut setiap hari. "Proses itu terjadi setiap tahun tanpa solusi tepat bagaimana memanfaatkan air hujan," kata Budi. Ia menambahkan, saat ini jumlah embung kecil di NTT tercatat 344 buah. Satu embung rata-rata menyimpan 25.000 meter kubik air untuk melayani 100-200 keluarga selama kemarau. Untuk kebutuhan irigasi, lanjutnya, telah dibangun pula 24 bendungan sejak tahun 1981. "Penampungan air bersih dan embung untuk irigasi itu terbatas sekali jumlahnya. Idealnya, NTT butuh sekitar 3.700 bendungan untuk irigasi dan air bersih, atau masih perlu dibangun 3.332 bendungan lagi. Kebutuhan akan embung paling mendesak di pulau-pulau kecil dengan penduduk kurang dari 50.000 orang," kata Budi. Tidak murah Biaya pembangunan embung memang tidak murah. Per unit berkisar Rp 500 juta-Rp 700 juta, tergantung dari besar atau kecil. Embung kecil (untuk air bersih) dapat menampung 25.000 meter kubik air, sementara embung irigasi dibangun untuk penampungan 200.000 meter kubik air sehingga bisa dimanfaatkan selama 8-9 bulan (selama musim kemarau). Seandainya anggaran pembangunan sekarang ini lebih diprioritaskan pada masalah ini, tentunya wilayah yang memiliki embung nantinya akan menjadi sangat subur dan segar. Cara ini juga bukan mustahil akan mengatasi masalah kesehatan dan keterbatasan daya beli masyarakat sebagai dampak dari kekeringan. Jadi, sangat wajar jika Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Sammy Tokoh berpendapat, pemerintah tidak rugi membangun embung dalam jumlah besar. "Ketika embung dibangun, tanda-tanda kehidupan di sekitar embung pun akan tampak," katanya. "Selama ini pemerintah hanya mendorong sejumlah program penghijauan, reboisasi, atau penanaman pohon tetapi selalu gagal saat musim kemarau tiba. Jika penghijauan itu dilakukan di sekitar embung, saya yakin kemarau tidak akan menggagalkan tanaman tersebut karena tetap mendapat rembesan air," kata Sammy menambahkan. Saatnya pemerintah mempertimbangkan semua itu.... KORNELIS KEWA AMA Post Date : 08 November 2007 |