|
JAKARTA: Pemprov DKI Jakarta tidak mampu mengendalikan eksploitasi air tanah dalam secara maksimal, sehingga menyebabkan banyak permukaan tanah menurun. Anggota Bidang Teknik Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta Firdaus Ali mengatakan pengambilan air tanah dalam di Ibu Kota semakin tidak terkendali karena tarifnya hanya sekitar Rp300 per m3 atau jauh lebih murah daripada tarif air bersih Perusahaan Daerah Air Minum Jaya sebesar Rp14.000 per m3. "Tarif yang lebih murah jauh lebih menarik, sehingga banyak yang berusaha mengambil air tanah dalam tanpa memerhatikan risikonya yang sangat buruk bagi lingkungan," katanya kemarin. Dia menyatakan keyakinannya jumlah sumur bor dan pantek di Jakarta jauh lebih banyak dari catatan Dinas Pertambangan DKI yang menyebutkan hanya sebanyak 3.788 titik dengan jumlah pemakaian sekitar 22.327.643 m3. Sebab, lanjutnya, banyak pemilik bangunan yang melaporkan sumur bornya hanya dua unit tetapi sesungguhnya di lokasi yang sama terdapat lima unit. Pengelola hanya membayar tarif air tanah dalam untuk dua titik sumur itu saja. Menurut Firdaus, tingginya eksploitasi cadangan air tanah dalam di Jakarta tidak seimbang dengan kapasitas untuk pemulihan (recharge) secara alami ataupun artifisial yang sangat rendah dan terbatas sekali. Artinya, jumlah air tanah dalam di Jakarta yang disedot tidak seimbang dengan air yang telah dimanfaatkan atau air hujan yang masuk kembali ke dalam tanah untuk menggantikan air yang sudah disedot. Dampak dari kondisi tersebut, pada musim hujan banyak daerah genangan dan banjir karena permukaan tanahnya menurun, atau pada musim kemarau akan semakin kesulitan mendapatkan air bersih. "Kondisi itu mempercepat terjadinya peningkatan potensi intrusi air laut dan juga meningkatkan potensi banjir dan ancaman rob," katanya. Menurut catatan Dinas Pertambangan DKI pada 2007 terdapat sekitar 3.788 titik sumur bor dan pantek yang tersebar di lima wilayah kota Jakarta, yang terbanyak di Jakarta Selatan mencapai 706 titik sumur bor dan 601 titik sumur pantek. Situasi yang memicu maraknya pembangunan sumur bor dan sumur pantek antara lain cakupan layanan air bersih yang baru mencapai sekitar 45% dari total konsumen di Jakarta. Nurudin Abdullah Post Date : 02 September 2008 |