|
PURWAKARTA – Eksploitasi sumber air untuk kepentingan air minum dalam kemasan (AMDK) di Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta, semakin marak dan tak terkendali. Namun, pemerintah tidak bisa berbuat banyak menangani masalah tersebut. Hasil pantauan SINDO, air bersih tersebut diangkut ke luar kota menggunakan puluhan mobil tangki setiap harinya. Akibatnya, masyarakat mulai kesulitan mendapat air bersih. Bahkan, di beberapa titik di Kecamatan Kota sudah lebih dulu ditetapkan sebagai daerah rawan air bersih, seperti di Kampung Cihideung, Desa Mulyamekar, Kecamatan Babakan Cikao,serta sekitar daerah Sadang. Camat Pondoksalam Yayan Suryanto mengungkapkan, bongkar muat air bersih hampir 24 jam nonstop.Air tersebut dialirkan dari sumbernya menggunakan pipa langsung ke dalam tangki mobil. Harga air yang dikenakan sangatlah murah, sebesar Rp35.000 per tangki berukuran 4.000 liter. Eksploitasi air secara ilegal ini sudah bertahun-tahun terjadi tanpa ada solusi efektif agar para pemilik sumber air tidak menjual untuk kepentingan AMDK. “Berbagai cara sudah dilakukan,mulai mengeluarkan surat edaran hingga penertiban. Tapi eksploitasi itu jalan terus, sehingga kami sangat kesulitan untuk menjaga sumber air itu agar tidak digunakan orang luar. Sebab bagi Purwakarta, kami juga sangat membutuhkannya,” jelas Yayan. Dia menjelaskan, kendala paling sulit diatasi dalam menyelamatkan sumber daya alam lantaran sumber air berada di lahan milik warga. Dengan begitu, apapun pemanfaatannya, pengambilan air menjadi sulit untuk dikontrol. Tak heran jika di wilayah Pondoksalam dan Pondok Bungur ini terdapat puluhan sumber air yang dieksploitasi AMDK. Menurut Yayan,imbas negatif itu akan dirasakan warga Pondoksalam jika eksploitasi ini tidak segera dihentikan. Di antaranya, kelangsungan sumber mata air tidak akan lama. Sebab, para pemilik lahan tidak memikirkan konservasi agar air tersimpan lama. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi tidak menampik jika masih marak eksploitasi sumber air secara ilegal. Solusi satu- satunya, semua lahan yang terdapat mata air dibebaskan oleh Pemkab. Beberapa waktu lalu, pemerintah telah membebaskan 11 hektare di kaki Leuweung Tiis. Luasan itu bertambah dengan pembebasan delapan hektare pada 2011. “Pokoknya, berapa lagi sumber air yang berada di sepanjang jalur Purwakarta- Wanayasa akan kami beli. Kalau saja keberadaannya masih di tanah milik perseorangan, tidak mungkin sumber daya alam itu dapat memberikan kemanfaatan, minimal bagi warga sekitar,”tegas Dedi. asep supiandi Post Date : 17 Juli 2012 |