PAGI itu puluhan siswa kelas V SDN 05 Pagi Petamburan beramai-ramai keluar dari ruang kelas. Dengan dipandu pembimbing, mereka menuju halaman belakang yang terletak di Jl Petamburan II, Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu.
Para siswa sekolah yang menjadi langganan banjir itu kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Setelah diberi penjelasan singkat, mereka berpencar memperhatikan tanah dan tanaman di halaman sekolah tersebut. “Sedang mencari sampah daun dan sampah organik lainnya,” jawab seorang siswa saat ditanya sedang apa.
Rupanya mereka akan berlatih membuat biopori di sekitar halaman sekolah sebagai salah satu upaya yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak banjir. Setelah membaca modul berjudul Flood Risk Reduction Education (FRRE), dengan serius mereka memperhatikan bagaimana sang pembimbing membuat lubang di tanah halaman sekolah menggunakan alat pembuat biopori berbentuk huruf T. “Biopori ini berguna untuk menyalurkan air hujan yang turun sehingga bisa mengurangi genangan air yang menyebabkan banjir,” tutur Anggi seorang pembimbing dari Lembaga Swadaya Masyarakat Greeners.
Setelah lubang sedalam 100 cm selesai dibuat, para siswa memasukkan sampah organik seperti daun kering dan ranting pohon ke lubang tersebut. Mereka terlihat sangat antusias memasukkan sampah organik ke lubang dan tidak peduli tangan-tangan mereka menjadi kotor karena terkena tanah. Selain mengenal biopori, para siswa diberikan edukasi mengenai cara mengantisipasi dan menghindari banjir dengan menonton bersama fi lm dokumenter diiringi penjelasan dari para pembimbing.
“Materi tentang menghindari banjir ini sengaja kami sampaikan kepada siswa sekolah dasar untuk membekali mereka sejak dini apa sebenarnya banjir dan apa yang dapat mereka lakukan untuk mencegahnya,” papar Dini, juru bicara PT Chartis selaku penyelenggara kegiatan tersebut.
“Kegiatan ini ditujukan untuk menciptakan individu-individu yang mampu berperan sebagai agen perubahan dalam upaya mengurangi risiko yang ditimbulkan bencana banjir,” tambahnya.
Selain di SDN 05 Pagi Petamburan, kegiatan serupa diadakan di beberapa SD di kawasan banjir di Jakarta. Pihak sekolah menyambut baik kegiatan edukasi dan mengakui kawasan tersebut memang rawan banjir. “Banjir di sini terjadi karena letak tanahnya yang rendah serta berdekatan dengan Kanal Banjir Timur,” sebut Wakil Kepala SDN 05 Pagi Petamburan Fatiti Zega.
Menurutnya, tiga tahun lalu banjir menggenangi sekolah tersebut hingga ketinggian 75 cm. Tahun ini juga sekolah tersebut sempat dikunjungi banjir dengan ketinggian air sekitar 20-30 cm. Akibatnya, sekolah itu pun sering meliburkan kegiatan belajar dan memulangkan para siswa apabila banjir datang. (Nesty Pamungkas/J-3)
Post Date : 06 Oktober 2010
|