Dunia Terus Mengering

Sumber:Koran Tempo - 22 Maret 2007
Kategori:Air Minum
Di Asia Timur dan Asia Tenggara, ketersediaan air sangat mungkin meningkat.

Ketersediaan air bersih terus surut. Pada 2025, dua pertiga penghuni bumi akan hidup di wilayah yang kekurangan air. Yang terburuk adalah Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Barat. Inilah peringatan dari para pakar menyambut Hari Air Sedunia hari ini.

Para ilmuwan dari Panel Antarpemerintah Mengenai Perubahan Iklim (IPCC), badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, akan menyoroti fenomena rusaknya sumber air bersih. Sorotan itu dimuat dalam laporan yang akan diterbitkan di Brussel pada 6 April. Ini merupakan edisi kedua penilaian yang telah lama dinanti-nanti soal pemanasan global.

Para pakar memperingatkan deraan pemanasan global akan mempercepat tandasnya air bersih bagi umat manusia di muka bumi. Di banyak wilayah, parahnya tingkat kegersangan, perubahan pola musim hujan, serta berkurangnya lelehan dari salju dan es di pegunungan bisa mengeringkan air, danau, dan daerah resapan.

Sebaliknya, wilayah-wilayah lain akan mendapatkan lebih banyak curah hujan. Tapi, untuk yang ini, kata para pakar, bentuknya bisa hujan badai deras penyebab banjir, bukan hujan yang bermanfaat untuk membasahi tanah.

Menurut dokumen PBB yang masih difinalisasi, dataran-dataran yang lebih tinggi dan wilayah tropis basah, termasuk Asia Timur dan Tenggara yang padat penduduk, ketersediaan air "sangat mungkin" meningkat pada abad ini. Tapi, wilayah rendah dan tropis kering, yang sudah kekurangan air, akan semakin kekurangan air.

"Wilayah-wilayah yang sudah terkena dampak kekeringan ada kemungkinan akan mengalami peningkatan curah hujan ekstrem sehingga memicu risiko banjir," demikian menurut dokumen itu. Ditambahkan bahwa volume air yang tersimpan dalam gletser dan salju sangat mungkin menyusut sehingga mengurangi aliran air di musim panas dan gugur di wilayah-wilayah yang dihuni lebih dari seperenam populasi dunia saat ini.

Dalam skala global, peningkatan suhu 2 derajat Celsius pada 2100 dibandingkan dengan level 1990 akan menempatkan hingga 2 miliar orang dalam posisi "kekurangan air". Masih menurut kalkulasi draf PBB, kenaikan 4 derajat Celsius akan membuat 3,2 miliar orang yang terancam. Afrika dan Asia akan menjadi dua benua yang paling parah terkena akibatnya.

Meski begitu, negara-negara kaya, yang punya lebih banyak uang, sumber daya teknis, dan keahlian, juga menghadapi problem kekurangan air. Dari ujung barat daya Amerika Serikat sampai bagian tenggara Australia, kini air sungai atau daerah resapan dialirkan untuk lapangan golf dan kolam renang. Tapi perubahan iklim kelak akan mengubah gaya hidup di sana.

Februari lalu, Badan Lingkungan Eropa mendesak pemerintah-pemerintah Eropa segera memulai perencanaan mengatasi kekurangan air yang diakibatkan oleh iklim. Badan itu menunjuk secara tegas Spanyol Selatan, Italia Selatan, Yunani, dan Turki sebagai daerah yang paling rawan.

Penyusutan ketersediaan air bersih juga didorong oleh rusaknya sungai-sungai di dunia. Menurut kelompok pencinta lingkungan World Wild Fund, sungai-sungai terbesar di dunia, seperti Nil, Gangga, Yangtze, dan Danube, terancam rusak total gara-gara ulah manusia. "Kami bicara tentang kerusakan total sistem. Sungai-sungai itu begitu terpolusi, begitu terisap atau terpotong oleh dam sehingga tidak bisa lagi berfungsi sebagai sungai," kata TOm Le Quesne dari WWF Inggris. AFP | GUARDIAN | YANTO MUSTHOFA



Post Date : 22 Maret 2007