Duh, Joroknya Warga Kota Bandung...

Sumber:Kompas - 16 Oktober 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Benar-benar menyedihkan. Perilaku membuang sampah pada tempatnya ternyata tidak membudaya. Hal itu setidaknya tampak dari sampah yang memenuhi Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Rabu (15/10).

Di tempat itu baru saja diselenggarakan acara cuci tangan untuk kebersihan dan kesehatan badan oleh sebuah produk sabun. Seusai acara, yang tersisa ialah bungkus makanan, botol air mineral, tisu kotor, dan aneka plastik.

Petugas kebersihan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bandung pun sibuk menyapu lapangan dan menyeret tong sampah. Jumlah mereka yang hanya belasan orang tampak tak seimbang dengan luas lapangan dan sampah yang menyebar.

Atiman (38), salah seorang petugas kebersihan, mengaku sangat gerah dengan perilaku warga yang membuang sampah seenaknya. Volume sampah pun dirasakannya makin meningkat di Kota Kembang, terutama bila ada acara tertentu.

Matanya tajam mengincar satu per satu sampah yang tergeletak di rumput kering. Keringat yang bercucuran seolah beradu balap dengan sampah yang terbang ditiup angin.

"Warga sukar diingatkan, apalagi saat kedapatan tangan membuang sampah di jalanan. Mereka cenderung meremehkan petugas yang mengingatkan," ujar Atiman yang setiap hari bertugas membersihkan Jalan Surapati.

Sering kali sampah yang tersembunyi di selokan tidak sempat terjamah olehnya. Alhasil, sampah-sampah itu menumpuk dan membusuk di selokan. Selokan di depan Lapangan Gasibu, misalnya, telah penuh sampah. Tong sampah hilang

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Bandung menempatkan sejumlah tong sampah di sepanjang Jalan Diponegoro hingga Lapangan Gasibu. Akan tetapi, selang beberapa bulan kemudian, tong sampah itu lenyap. Tidak diketahui orang tidak bertanggung jawab yang mengambil tong sampah tersebut.

Perilaku buruk warga kota bermula dari kebiasaan di rumah. Nana Supriyatna (35), warga Kampung Melania, Kecamatan Cibeunying Kaler, mengatakan, sering melihat tetangganya membuang sampah di selokan belakang rumah mereka. Akibatnya, ketika hujan besar datang, kawasan mereka selalu tergenang banjir cileuncang, yakni banjir setinggi mata kaki.

"Sering kali air luberan dari selokan juga masuk ke rumah. Baunya tidak sedap dan gatal di kaki," ujar Nana yang mengaku setiap hari menitipkan sampahnya kepada petugas kebersihan.

Sejumlah orang di kampung Nana melakukan hal yang sama, yakni membayar petugas kebersihan yang mengangkut sampah mereka. Meski demikian, kata Nana, lebih banyak yang tidak melakukannya.

Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengungkapkan, warga Kota Bandung bermasalah dalam hal kebersihan. "Sebanyak 90 persen warga Bandung tidak peduli dengan sampahnya. Mereka membuang sampah seenaknya di sembarang tempat," katanya.

Dalam sehari diperkirakan ada 5.000-7.500 meter kubik sampah warga. Sebanyak 65 persen di antaranya merupakan sampah basah, sementara sisanya sampah kering dan plastik.

"Hanya sekitar 20 persen warga yang punya kesadaran untuk membuang sampah di tempatnya atau menitipkan sampah pada petugas kebersihan di tempat tinggal masing-masing," ujar Sobirin. Ketidaksadaran warga akan kebersihan itu diperparah dengan sulitnya memperoleh tempat penampungan sampah.

"Warga bisa menggunakan 3R, yakni reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), atau recycle (mendaur ulang) sampah," kata Sobirin.

Namun sayang, kota yang dikenal sebagai pusat industri kreatif ini belum cukup kreatif mengelola sampahnya sendiri. Duh, malunya... (RINI KUSTIASIH)



Post Date : 16 Oktober 2008