|
Bandung, Kompas - Dua orang tewas dan ratusan penduduk lainnya harus mengungsi akibat banjir yang melanda RT 05 RW 02 Bojong Pulus, Banjaran Wetan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (23/3) dini hari. Empat rumah warga lenyap terbawa air, 12 rumah roboh, dan ribuan rumah lainnya terendam air. Warga yang tinggal di sepanjang bantaran Sungai Citalugtug diminta mengungsi untuk mencegah jatuhnya korban jika terjadi bencana serupa. Jenazah korban, Ny Astiyah (53), dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Astana Handap, Banjaran. Sedangkan jenazah korban lainnya, Dede Widya (1,5), dibawa keluarganya untuk dimakamkan di tempat lain. Data dari Kepolisian Sektor Banjaran menyebutkan, ribuan rumah di empat desa terendam air, yaitu 734 rumah di Desa Kamasan, 857 rumah di Desa Taragu Sari, 238 rumah di Desa Banjaran, dan 468 rumah di Desa Banjaran Wetan. Sekitar 400 warga terpaksa mengungsi. Kepala Kepolisian Sektor Banjaran Ajun Komisaris Nur Mahfud ketika ditemui di lokasi kejadian mengatakan, jenazah Astiyah ditemukan sekitar 50 meter dari rumahnya. Sedangkan jenazah Dede ditemukan sekitar satu kilometer dari tempat jenazah Astiyah ditemukan. Kondisi rumah tempat tinggal kedua korban, yang berjarak kurang dari 10 meter dari sungai, tinggal atap tanpa genting yang terlihat di bantaran sungai. Kerusakan yang sama menimpa rumah milik Ny Ilah. Pukul 00.30 Beberapa warga yang ditemui mengatakan, banjir melanda sekitar pukul 00.30 saat warga tidur sehingga mereka tidak sempat menyelamatkan harta bendanya. Menurut Tete Supriyatna, warga RT 05 RW 02, saat itu kebetulan dirinya belum tidur dan sedang menonton televisi. "Sebelum kejadian memang turun hujan, tetapi tidak terlalu besar. Hanya gerimis," katanya sambil membersihkan lumpur di halaman rumahnya. Ia menuturkan, sebelum kejadian tersebut arus air Sungai Citalugtug kondisinya naik turun. Bahkan, katanya, air sudah meluap ke gang di dekat rumahnya, sekitar 30 meter dari sungai, meski belum terlalu tinggi. Nani, warga yang tinggal di bantaran Sungai Citalugtug, menuturkan, dia terbangun ketika air telah masuk ke kamar tidurnya. "Saya kemudian membangunkan keempat anak saya dan berusaha keluar dari rumah. Karena telah terkepung air, pintu utama rumah sudah tidak bisa dibuka. Akhirnya, dibantu tetangga, dengan menggunakan tali saya dan anak- anak keluar rumah melalui rooster itu," tuturnya sambil menunjuk lubang di atas jendela yang berukuran sekitar 50 x 50 sentimeter. Abdullah, tetangga Nani, mengaku mengalami kerugian lebih dari Rp 100 juta karena hampir seluruh barang dagangannya, mulai dari mi instan, makanan kecil, hingga rokok terendam air. Menurut Ketua RT 05 RW 02, Komar Sukaya, banjir kali ini merupakan yang terbesar yang pernah terjadi. Pada peristiwa sebelumnya, ketinggian air tidak lebih dari sebetis orang dewasa. Dia menduga penyebab banjir karena ada penggundulan hutan di Gunung Malabar. Dia mengharapkan Pemerintah Kabupaten Bandung turun tangan membenahi hal itu. Bupati Bandung Obar Sobarna yang datang ke lokasi kejadian mengatakan pihaknya akan segera melakukan pendataan korban banjir. Dia meminta warga yang tinggal di bantaran Sungai Citalugtug segera mencari tempat yang aman. Mengenai kerusakan hutan di Gunung Malabar, Obar mengaku telah melakukan penghijauan di wilayah yang rusak. Namun, karena program tersebut baru berjalan lebih kurang dua tahun, pohon-pohon itu belum bisa menyerap air dengan sempurna. (mhd) Post Date : 24 Maret 2005 |