|
Jakarta, Kompas - Akibat krisis air bersih di Jakarta Utara, dua orang bayi meninggal dunia karena diare. Selain itu, hingga Minggu (25/11) siang, 131 orang dirawat karena diare di tiga rumah sakit di Jakarta Utara. Penyakit diare mewabah karena warga terpaksa menggunakan kembali air sumur dan air isi ulang yang tidak higienis. Wakil Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta Salimar Salim mengatakan, sebagian besar pasien itu berasal dari lima kelurahan, yakni Lagoa, Semper Barat, Rawa Badak Selatan, Warakas, dan Tanjung Priok. "Kami sudah mengambil sampel air, baik sumur maupun isi ulang dari Semper. Sampel air itu akan kami uji di laboratorium untuk mengetahui kondisi air itu," kata Salimar. Pasien yang meninggal dunia datang ke rumah sakit dalam kondisi dehidrasi berat. Banyak keluarga pasien yang hanya memberikan obat kepada pasien, tetapi tidak melakukan penggantian cairan tubuh. Akibatnya, pasien sangat lemas dan dehidrasi. Kalau sudah begitu, kondisinya sangat buruk. Mengantisipasi bertambahnya jumlah pasien diare, Dinas Kesehatan bersama Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara telah melakukan pemberian kaporit pada air di lima kelurahan yang kasus diarenya parah. "Diare itu penyakit endemis, setiap tahun pasti ada. Ada air saja penyakit diare kasusnya cukup banyak, apalagi tidak ada air seperti sekarang. Untunglah air bersih sudah mulai mengalir lagi," kata Salimar. Ke-131 pasien itu dirawat di RS Koja 90 orang, RS Pelabuhan 25 orang, dan RS Tugu 16 orang. "Walaupun angka pasiennya meningkat, semuanya masih tertampung. Tidak ada yang dirawat di selasar," katanya. Salimar juga mengatakan telah menyiagakan RS Sulianti Saroso, RS Pluit, dan RS Bunda untuk penanganan darurat. "Saat ini RS Koja sedang menjalani renovasi di beberapa bagian. Jika pasien melonjak, kami akan arahkan ke ketiga rumah sakit itu." Semua pasien diare yang dirawat di 17 rumah sakit pemerintah tidak akan dipungut bayaran. Jika ada bayi yang harus dirawat di ruang perawatan intensif, biayanya akan ditanggung Pemprov DKI Jakarta. Selama krisis air bersih, menurut Ramses Simanjutak, Direktur Hubungan Eksternal dan Komunikasi Thames Pam Jaya (TPJ), setidaknya 1.116 ton air bersih telah dikirimkan melalui truk tangki air secara gratis ke pelanggan TPJ di utara Jakarta. Pasokan air bersih ini diberikan di lebih dari 145 lokasi. Ada 46 tandon atau tangki air di sejumlah posko di wilayah utara Jakarta yang disediakan untuk dipasok air bersih oleh TPJ secara gratis setiap hari. Hal ini guna mempermudah warga memperoleh bantuan air bersih. "Ini bentuk tanggung jawab kami karena berhentinya pasokan air bersih ke Jakarta Utara. Panel listrik pompa di Buaran mati sehingga kami tidak bisa memproduksi air bersih," kata Ramses. Tidak memihak konsumen Oleh sebab itu, koordinator Advokasi Air Minum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Karunia Asih Rahayu, di Jakarta, meminta Pemprov DKI Jakarta segera merancang peraturan baru yang mampu mengakomodasi hak-hak konsumen mendapatkan air bersih. Hal ini mendesak dilakukan karena Undang-Undang Sumber Daya Air tidak mengatur sanksi atas distribusi air yang merugikan warga. Di satu sisi, swasta pengelola air diuntungkan dengan peraturan itu. Di sisi lain, konsumen jadi pihak yang sangat dirugikan. Menurut Karunia, selama ini pengelola swasta, yakni PD Thames Pam Jaya dan PD PALYJA, tidak mampu memberikan pelayanan yang baik untuk warga. Keluhan warga yang diterima YLKI terbilang tinggi. (ARN/A05) Post Date : 26 November 2007 |