|
Jakarta, kompas - Sebagian saluran air atau drainase di Jakarta kini tidak terurus lagi. Sampah dan beragam material seperti batu dan pasir menutup saluran. Di tempat tertentu, pekerjaan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, terowongan, dan usaha penggilingan pasir ikut merusak drainase. Kondisi tersebut, antara lain, terjadi di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Barat pada Jumat (23/3). Usaha penggilingan (crusher) batu atau pasir oleh sebuah perusahaan di sisi kiri Pintu Tol Tanjung Priok 2 ikut merusak saluran air pada tepi barat jalan arteri Yos Sudarso. Di wilayah ini saluran air mulai dari lajur masuk pintu tol hingga depan Markas Kodim 0502 Jakarta Utara dipenuhi pasir dan kerikil yang terbuang dari usaha penggilingan itu. Saat hujan air meluap dari saluran dan menggenangi jalan, hingga lapisan aspal rusak dan berlubang, seperti terjadi pada titik 100 meter menjelang gerbang tol. Fakta serupa terjadi di lokasi proyek pembangunan jalan layang sisi barat Yos Sudarso. Material berupa tanah, batu, dan kayu atau pohon yang dipotong pihak kontraktor dibiarkan masuk ke saluran hingga menghambat aliran air. Pekerjaan proyek yang sama di sisi timur jalan tidak terlebih dahulu menyediakan saluran airnya. Setiap kali hujan lebat, ruas ini tergenang hingga memacetkan arus lalu lintas kendaraan. Demikian pula saluran air di jalan arteri RE Martadinata. Tidak terlihat adanya perbaikan yang serius pada saluran air di depan Pintu I Pelabuhan Tanjung Priok dan di sekitar lokasi proyek pembangunan jalan layang Ancol (Martadinata). Material berupa kerikil dan pasir juga menutup saluran air dan tidak ada perbaikan yang permanen. Kondisi lebih buruk lagi terjadi pada saluran-saluran air di permukiman kumuh di Pejagalan, Penjaringan, dan Warakas. Sampah berserakan menjejali saluran air. Sama seperti pada saluran di jalan utama, air pada saluran di permukiman kumuh ini juga tidak bisa mengalir atau berpindah ke tempat lain. Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara Irvan Amtha mengatakan perbaikan saluran air adalah tanggung jawab instansinya. Namun, jika ada pihak lain yang merusak atau menutup saluran, mereka harus bertanggung jawab pula memperbaiki atau membersihkan saluran itu. Buruknya drainase juga terjadi di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Di sepanjang jalan Palmerah Utara hingga Palmerah Barat, Jakarta Barat, misalnya, saluran juga dipenuhi sampah dan material lainnya hingga menghambat aliran air. Hal serupa tampak di Pejompongan dan Tanah Abang. Data dari Suku Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Pusat menunjukkan, terdapat 10 titik rawan banjir karena kurang berfungsinya sistem saluran air, antara lain di Petamburan, Tanah Abang, Jati Pinggir, Gunung Sahari, Serdang, dan Kemayoran. Jika hujan deras kurang dari 30 menit saja, kawasan tersebut dipastikan tergenang. Hingga bencana banjir berlalu, perbaikan sistem saluran air di Jakarta Pusat belum usai. Di sana-sini masih banyak ditemukan tumpukan karung pasir untuk mencegah luapan air. Padahal, pencegahan luapan di satu tempat hanya akan mengalirkan air dan memperluas genangan di tempat lain. Kepala Seksi Pemeliharaan Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat Djumali mengatakan, sistem saluran air terganggu disebabkan banyak saluran air yang kini tertutup rapat oleh lapisan beton sehingga pemeliharaan, seperti pembersihan dan pengurasan sampah, sulit dilakukan. "Seperti yang terjadi di sepanjang Jalan Pangeran Jayakarta, Mangga Dua Selatan. Saluran air tertutup oleh semen atau rapat ditutup dengan susunan blok- blok beton. Padahal, kawasan ini harus sering dibersihkan agar saluran air mampu menampung luapan air hujan, air buangan rumah tangga, serta pasang surut air laut," kata Djumali. Solusi yang akan segera direalisasikan, Suku Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Pusat mengupayakan penambahan pompa untuk lokasi tertentu, seperti di Mangga Dua Selatan. (CAL/NEL) Post Date : 24 Maret 2007 |