Drainase Kota Penuh Sampah

Sumber:Koran Sindo - 24 Maret 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

SURABAYA(SI) – Tumpukan sampah di sepanjang saluran air ternyata tak hanya terlihat di kawasan pinggiran.Di tengah kota, pemandangan itu juga mendominasi. Bahkan, situasinya lebih memprihatinkan.

Lihat saja drainase di kawasan Kedungsari, Kecamatan Tegalsari, tepatnya mulai pertigaan Jalan Tegal Sari hingga perempatan Jalan Kedungdoro sisi barat. Di tempat itu tumpukan sampah menyumbat hampir seluruh saluran air.Walhasil, aliran pun terhenti total. Sumbatan itu juga menimbulkan bau busuk dan dikeroyok lalat hijau. Sampah tersebut berkonsentrasi.

Selain karena posisi drainase yang mengalami penyempitan, juga karena besi penyaring tidak bekerja normal. Akibatnya, begitu ada sampah, besi penyaring tak mampu menahan.Sampah pun masuk saluran utama. Ada beberapa penyebab kenapa sampai terjadi penyempitan, antara lain karena penyangga lapak pedagang kaki lima (PKL) yang kian menjamur dan banyak bangunan gedung yang menjorok ke depan.

Seperti di sisi kiri kompleks ruko depan kantor Dinas Sosial Kota Surabaya hingga depan pusat pertokoan elektronik Metron.Di lo-kasi ini drainase lebarnya hanya sekitar 1,5 meter dari ukuran ideal 2–3 meter. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan sungai Kedungdoro. Di titik ini aliran air tidak bisa dikontrol karena sebagian besar saluran di atasnya sudah terdapat permukiman.

”Kondisi ini sudah berlangsung lama.Beberapa petugas Pemkot juga sering mengecek ke sini.Namun, kami kurang tahu, kenapa tidak kunjung ditertibkan,” kata Fatimah, warga tepi drainase Kedungsari, kemarin. Alimin, pemilik lapak makanan kecil dan minuman di Kedungsari, juga mengaku bahwa sumbatan itu sudah lama ada.Kata dia, memang saluran air itu jarang dikeruk dan menjadi tempat pembuangan sampah warga. ”Dulu memang pernah akan dibersihkan.

Namun, itu urung dilakukan lantaran petugas lapangan diprotes warga sepanjang drainase. Mereka khawatir, sampah dan bau busuk itu masuk ke selokan- selokan kecil warga,”katanya. Drainase mampet inilah yang dinilai beberapa warga jadi pemicu banjir tengah kota, khususnya di kawasan Jalan Basuki Rahmat hingga Tegalsari.

Aliran air dari pusat kota tidak bisa mengalir mulus ke sambungan tersier di kawasan Kedungsari maupun Kedungdoro. Kepala Bidang Pematusan Dinas Pekerjaan Umum Binamarga dan Pematusan Kota Surabaya Cahyo Utomo mengakui adanya penyumbatan saluran tersebut. Namun, itu terjadi bukan karena kinerja dinasnya lambat. Dia mengaku, tiga pekan sekali menerjunkan petugas untuk melakukan pengerukan.

Cahyo menuturkan, terjadinya sumbatan drainase tersebut sejatinya bukan karena sistem penyaringan atau aliran yang buruk. Namun, lebih karena perilaku buruk masyarakat yang membuang sampah di tempat itu. “Coba diamati, dari mana sampah-sampah itu. Semua karena perlakuan buruk masyarakat karena kesadaran mereka masih rendah,”katanya.

Kondisi inilah, yang seringkali membuat para petugas kewalahan. Sebab, volume sampah lebih banyak dibanding petugas kebersihannya.“ Jika dianalogikan, tenaga kami ini hanya dua orang, sedangkan yang membuang sampah mencapai 100 orang,”tuturnya. Masalah sumbatan tidak hanya terjadi di pusat kota, tapi menyebar di seluruh Surabaya, khususnya di kawasan Surabaya Utara seperti Wonokusumo,Tambakwedi, Kenjeran,Bulak. Bagaimana pemimpin kota ini menanggapi sumbatan itu? Wali Kota Surabaya Bambang DH belum berkomentar.

Namun,Wakil Wali Kota Surabaya Arif Afandi mengatakan, kebersihan sungai atau selokan sebenarnya tanggung jawab bersama.Aparat pemerintah kota juga wajib menjadi komandan kebersihan di lingkungan masingmasing. “Camat maupun lurah juga harus proaktif melakukan pengawasan di wilayahnya. Jika tahu ada sampah menumpuk, harus segera diatasi,”kata Arif kemarin.

Tentu saja diperlukan koordinasi dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Dengan peran aktif warga,aparat PNS,serta DKP, seharusnya kasus di sungai kawasan Kedungsari itu tidak perlu sampai terjadi.“Jangan sampai terlambat seperti ini. Baru kebingungan setelah ada laporan masyarakat,” tegas Arif.

Dia mengingatkan, saat awal menjabat dulu dia dan Bambang DH pernah mengeluarkan imbauan “Jaga Got”. Seharusnya, hal itu diterapkan. Persoalan-persoalan sungai dan selokan bisa mudah teratasi. Sayang, karena sifatnya imbauan, “Jaga Got” itu tidak optimal. (ihya’ ulumuddin/zaki zubaidi)     



Post Date : 24 Maret 2010