BANDUNG, (PR).- Sistem drainase di Kota Bandung saat ini dinilai tidak layak. Kondisi drainase yang hanya terdapat di 25 persen jaringan jalan di Kota Bandung, dianggap tidak akan pernah menyelesaikan persoalan banjir cileuncang yang semakin luas.
Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono kepada "PR", di Bandung, Selasa (30/11) malam mengatakan, kondisi drainase di Kota Bandung saat ini tidak sebanding dengan pembangunan di Kota Bandung.
Dia memperkirakan, hanya sekitar lima persen air hujan yang mampu tertampung melalui drainase. "Begitu hujan, ruas jalan menjadi jalan air," ujarnya.
Sementara penghijauan yang kini gencar dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, menurut dia, tak mampu mengurangi debit cileuncang.
"Penghijauan bagus untuk dilakukan, tetapi sayangnya tak mampu menangani cileuncang, karena harus ada sistem penanganan terpadu, mulai hal teknis sampai perubahan perilaku masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan," kata Sobirin.
Dia menekankan perlu adanya peta drainase di Kota Bandung, untuk mempermudah penataan.
Pakar Tata Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Deny Zulkaidi menambahkan, meluasnya titik cileuncang di Kota Bandung merupakan indikasi penanganan saluran air yang tidak ditindaklanjuti dengan baik.
"Harus ada penghitungan ulang antara kondisi curah hujan saat ini, kawasan terbangun, dan drainase yang ada di Kota Bandung. Akan tetapi, secara kasat mata saja memang sudah bisa disimpulkan bahwa kapasitas drainase saat ini sudah tidak memadai," ucapnya.
Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kota Bandung Iming Ahmad mengatakan, saat ini pihaknya telah memiliki peta drainase.
"Hanya, datanya memang tidak memuaskan, makanya kami perlu membuat peta drainase yang lebih spesifik," katanya, ketika dihubungi kemarin malam.
Iming mengakui, dimensi drainase yang ada saat ini kurang dapat menampung air hujan. "Ada yang kurang lebar, dan ada juga yang kedalamannya kurang, tergantung kondisi jalan," ujarnya.
Saat ini, menurut dia, rata-rata lebar drainase di Kota Bandung hanya 50-80 sentimeter, padahal idealnya sekitar 1 meter.
Kondisi itu diperparah dengan adanya sampah yang menyumbat saluran air, sedimentasi sungai, dan penutupan saluran oleh pedagang dan kios-kios "nakal". Menurut Iming, hal itu menjadi kendala pemeliharaan drainase.
DBMP Kota Bandung mencatat ada 68 titik genangan atau banjir cileuncang setinggi 10-50 sentimeter bila hujan lebat turun. Ketika itulah, hampir seluruh badan jalan terendam air berwarna cokelat dengan membawa beragam material sampah, tanah, dan pasir ke dalam gorong-gorong.
Anggaran meningkat
Dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafond Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Murni 2011 Kota Bandung, anggaran yang dialokasikan bagi infrastruktur meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan anggaran tahun ini. Jumlahnya sekitar Rp 300 miliar.
Dituturkan Iming, jumlah itu belum memadai untuk memperbaiki kondisi drainase di Kota Bandung.
"Kalau berdasarkan hitungan kami dan Sekda Kota Bandung, diperlukan dana sekitar Rp 650 hingga Rp 800 miliar khusus untuk drainase, mungkin bertahap," katanya.
Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung Entang Suryaman menambahkan, peningkatan anggaran sebanyak dua kali lipat itu sebaiknya disikapi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas drainase.
"Dana detail mengenai peruntukan drainase memang belum masuk ke kami, tetapi kami berharap supaya alokasinya dimanfaatkan semaksimal mungkin sesuai dengan peningkatan yang diberikan," ucap Entang, ketika ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung, Selasa (30/11).
Menurut dia, jika tidak ada perubahan kondisi drainase di Kota Bandung tahun depan, artinya pejabat di instansi terkait tidak memiliki kredibilitas.
"Tolok ukurnya mudah saja, kalau cileuncang semakin luas, tandanya kinerja pemkot gagal," katanya. (A-175)
Post Date : 01 Desember 2010
|