Jakarta, Kompas - Dibendungnya saluran air di pinggir Jalan Daan Mogot Kilometer 11 di Kawasan Kedaung, Jakarta Barat, untuk proyek perbaikan saluran air, mengakibatkan genangan air setinggi mata kaki di Kompleks Perumahan Departemen Perdagangan, Senin (22/11).
Genangan tersebut terjadi setiap hari walaupun tidak ada guyuran hujan dan pasang air laut.
”Memang perumahan ini kawasan banjir, tapi semenjak saluran air dibendung untuk diperbaiki, genangan air terjadi setiap hari,” ujar Sinta, warga perumahan tersebut.
Berdasar pengamatan Kompas, sepanjang hampir 300 meter saluran air di lokasi tersebut memang penuh air dan meluber menuju Kompleks Departemen Perdagangan yang lokasinya lebih rendah dari jalan raya. Namun, hingga pukul 10.30, di lokasi proyek tersebut tidak tampak satu pekerja pun. Padahal, perbaikan saluran air belum selesai dilakukan.
Di salah satu titik lokasi proyek, tanah bekas galian tampak mulai mengering dan tidak terurus, sedangkan di beberapa titik lainnya dinding saluran air ditanam sejumlah bambu agar tidak longsor.
Padahal, pemerintah provinsi sangat paham bahwa genangan air yang sering terjadi saat hujan dan seusai hujan deras, di sejumlah jalan di Jakarta, sering kali menimbulkan kemacetan lalu lintas.
Macet
Aktivitas pembongkaran bangunan dan saluran air mengacaukan ruas Jalan Moch Mansyur di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Material bongkaran, seperti batu, tanah, dan aspal, menumpuk di sisi jalan. Ruas jalan tersebut memang rawan banjir dan genangan air.
Ruas tersebut kian macet akibat parkir liar dan dagangan toko-toko yang meluber ke jalan. Praktis hanya satu ruas jalan yang bisa dilalui kendaraan.
Di Bogor, hampir dua bulan, arus lalu lintas tersendat hampir sepanjang hari di beberapa ruas jalan yang sedang diperbaiki, atau ditingkatkan kualitas badan jalannya dan drainase. Ruas tersebut antara lain ruas Jalan Nyi Raja Permas, MA Salmun, Soleh Iskandar, dan Jalan Raya Bubulak.
Kemacetan parah hampir tiap hari terjadi di Jalan Raya Bubulak karena pembetonan jalan dan peningkatan drainase dilakukan separuh-separuh. Akibatnya, hanya satu jalur yang dapat dilintasi secara bergantian. Kemacetan diperparah dengan tidak adanya aparat resmi, seperti polisi atau petugas Dinas Perhubungan, yang mengatur. (NUT/FRO/RTS)
Post Date : 23 November 2010
|