|
MALANG - Dinas Kimpraswil Kota Malang membutuhkan payung hukum khusus untuk mengatur tata drainase kota yang kini amburadul dan menimbulkan banjir. Bahan regulasi itu adalah hasil kajian sistem DPS (daerah pengaliran sungai) lima sungai yang kini memasuki tahap penyelesaian. Sayangnya, regulasi yang nanti dihasilkan tidak dibuat berlaku surut. Artinya, regulasi berbentuk surat keputusan wali kota atau berbentuk perda tetap tidak bisa mengatur tata drainase yang sudah ada. Baik drainase yang melanggar atau yang tidak teratur atau ngawur. Padahal tata drainase yang kini sudah ada kondisinya menyebabkan banjir di sana-sini. Regulasi yang nanti dibuat hanya bisa mengatur pembuatan drainase untuk proyek-proyek permukiman baru. Misalnya perumahan, pertokoan, atau perkantoran baru yang dibangun setelah regulasi itu dikeluarkan. "Ya memang aturan itu kami butuhkan untuk permukiman-permukiman baru. Tidak untuk mengatur lay out plan permukiman yang sudah ada dan terbangun," kata Plt Kadis Kimpraswil Hadi Santoso di kantornya, kemarin. Dijelaskan Soni, sapaan akrabnya, sistem DPS adalah sistem tata drainase yang dibuat berdasarkan arah aliran sungai. Misalnya drainase di wilayah Soekarno Hatta itu sebaiknya mengarah pada sungai Brantas. Namun faktanya arah drainase di sana sebagian besar menuju Sungai Bango yang letaknya sangat berjauhan. Agar kajian itu bisa berlaku mengikat dan memaksa, maka harus dituangkan dalam sebuah regulasi berkekuatan hukum. Dalam regulasi nanti juga ditambahkan kewajiban mengikat membuat sumur resapan dan menjaga RTH. "Jadi pengembang perumahan baru harus menaati tata drainase. Tidak bisa seenaknya sendiri membuat got yang tidak jelas arah aliran airnya. Sekarang kan banyak yang begitu. Misalnya di perumahan di sepanjang Jl Simpang Sulfat," kata Soni. Mengapa tidak dibuat berlaku surut? Soni mengatakan, sebuah peraturan biasanya tidak berlaku surut. Kecuali memang dalam klausul regulasi itu terdapat pengecualian dengan memasukkan waktu berlakunya. "Bisa saja memang berlaku surut dengan memasukkan waktu berlakunya dalam sebuah pasal khusus," kata Soni. Terpisah, Kabid Perencanaan Kimpraswil Mardi Mulyono mengatakan sistem DPS ada lima. Yakn DPS Brantas, DPS Metro, DPS Bango, DPS Amprong, dan DPS Sukun. Masing-masing DPS tersebut memetakan jaringan drainase di daerah yang dilintasi lima sungai tersebut. Ketika drainase dibuat sesuai dengan kajian DPS, maka arah aliran air bisa sesuai rencana dan terhitung. Ketika kajian tersebut ditaati, maka genangan aau banjir tidak lagi terjadi akibat kacaunya jaringan drainase. Masalah banjir pun bisa dikurangi seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah opada tempatnya dan menjaga keutuhan saluran drainase. "Ini seperti master plan drainase yang harus ditaati dan mengikat. Sehingga orang membuat drainase dan arah aliranya tidak sembarangan," kata Mardi. (yos) Post Date : 04 Mei 2007 |