|
BOGOR - Kerusakan badan jalan di sejumlah jalan protokol di wilayah Kota Bogor sekarang ini diakibatkan buruknya penataan drainase di sepanjang jalan itu. Tidak ada peningkatan biaya pemeliharaan jalan sejak lima tahun terakhir, yang hanya sebesar Rp 1,5 miliar, berasal dari APBD Pemerintah Kota Bogor. Dengan demikian, pemeliharaan jalan dilakukan dengan sistem tambal sulam. "Kami kini sedang mengusulkan agar jalan di wilayah Kota Bogor tidak lagi menggunakan aspal melainkan dibangun dengan semen beton, yang akan bekerja sama dengan pabrik semen," ujar Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bogor, Drs Kiky Soritaon, menjawab pertanyaan Pembaruan sehubungan banyaknya badan jalan yang rusak di wilayah kota Bogor, Rabu (5/5). Kiky menambahkan, berdasarkan hasil perhitungan teknis pembangunan jalan antara menggunakan aspal dan menggunakan semen beton, tidaklah jauh berbeda. Hasil penelitian menyatakan, jalan yang dibeton dengan semen itu dapat bertahan 10 sampai 15 tahun, ketimbang menggunakan aspal yang cepat terkelupas akibat curah hujan dan drainase yang buruk. Dari hasil analisis, untuk meminimalkan biaya perawatan, di Kota Bogor sangat cocok dibangun badan jalan menggunakan semen beton. "Apalagi curah hujan di Kota Bogor ini cukup tinggi per tahunnya, sehingga mempercepat rusaknya badan jalan yang menggunakan aspal itu. Sebagai contoh, Dinas Bina Marga Kota Bogor kini sudah membuat jalan menggunakan beton pada salah satu jalan," katanya. Di wilayah Bogor terdapat empat kategori jalan, yakni jalan provinsi, jalan negara, jalan perkotaan, dan jalan lingkungan. Jalan lingkungan ditangani oleh Dinas Permukiman, bukan oleh Dinas Bina Marga. Untuk jalan provinsi seperti Jalan Soleh Iskandar dan Jalan Pajajaran, menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi ketika badan jalan itu mengalami kerusakan. Jalan negara merupakan kewenangan pusat. Padahal, dengan adanya otonomi daerah (Otda) sekarang ini, seharusnya perawatan jalan kedua kategori terakhir itu, diserahkan sepenuhnya kepada Pemkot Bogor, sehingga kerusakan jalan tidak berlarut-larut. "Setelah sangat parah baru diperbaiki," ia mencontohkan. Meski jalan provinsi dan jalan negara itu kini masih ditangani provinsi dan pusat, Kiky mengatakan, Pemkot Bogor tidak harus tinggal diam ketika badan jalan kedua itu rusak. Namun, memperbaikinya dengan cara tambal sulam. "Masyarakat umumnya tidak mau tahu apakah itu jalan negara atau provinsi, ketika badan jalan rusak langsung bereaksi dan mengeluh ke pemda," katanya. Apalagi, katanya, sebagai kota tujuan wisata, Bogor sering disinggahi petinggi negara, baik yang mempunyai rumah di Bogor maupun karena sering berlangsung peristiwa tertentu di Istana Bogor. Kurang Kesadaran Selain akibat drainase yang buruk, kerusakan badan jalan di Kota Bogor juga karena kurangnya kesadaran masyarakat, yang kerap membuang sampah sembarangan. Sampah-sampah akan memenuhi saluran drainase dan ketika hujan turun langsung menggenangi badan jalan. Kiky mencontohkan kerusakan badan jalan di Jalan Suryakencana di depan Bogor Plaza, akibat banyaknya pedagang kaki lima yang berjualan dengan menyita sebagian badan jalan, dan membuang sampah sembarangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kerusakan jalan dijumpai di Jalan Suryakencana dan Jalan Siliwangi depan Sukasari Plaza, Jalan Pahlawan, Jalan Juanda, Jalan Soleh Iskandar (Jalan Baru-Kemang), Jalan Raya Cilebut, dan Jalan Pemuda. (126) Post Date : 06 Mei 2004 |