BANDUNG, KOMPAS - Menghadapi musim hujan yang segera tiba, Kota Bandung dipastikan kembali tergenang banjir. Kondisi drainase kota yang masih buruk serta sedimentasi yang parah di Sungai Cikapundung mengakibatkan air hujan tidak bisa mengalir dengan lancar sehingga meluap ke jalan dan permukiman.
Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Iming Akhmad, Minggu (5/9), mengatakan, sejumlah titik yang rawan banjir cileuncang atau banjir setinggi mata kaki masih akan tergenang jika hujan turun. "Perbaikan di beberapa lokasi drainase, seperti Jalan Soekarno-Hatta dan Pasirkoja, belum maksimal mencegah banjir. Di lokasi itu kami mengeruk dan membersihkan saluran dua sampai tiga kali seminggu. Namun, sampah masih terus ada," katanya.
Iming mengimbau warga agar tidak lagi membuang sampah di saluran air. Perawatan rutin terhadap saluran air akan sia-sia jika warga Bandung masih tidak disiplin mengelola sampah.
Di samping kegiatan tanggap darurat dengan membersihkan saluran, Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung juga merencanakan penyudetan saluran air yang melintasi Pasirkoja. Kegiatan itu diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 400 juta.
Iming mengatakan, proyek penyudetan itu termasuk dalam program perbaikan 51 titik drainase kota. Rencananya anggaran proyek itu diajukan ke pemerintah pusat Rp 95 miliar. Namun, lantaran kebutuhan penyudetan di wilayah Pasirkoja sedemikian mendesak, khusus anggaran perbaikan drainase di daerah itu menggunakan dana APBD.
"Kami akan mengajukannya dalam APBD Perubahan 2010," katanya. Faktor sedimentasi Cikapundung, menurut Iming, juga amat berperan menimbulkan banjir cileuncang di kota yang dihuni lebih dari 2,6 juta jiwa ini. Pihaknya berkelit bahwa bangunan yang didirikan di sepanjang Sungai Cikapundung sukar dipantau petugas.
Parah
Iming mencatat ada 12 sungai kecil yang bermuara di Sungai Cikapundung sekaligus menjadi saluran air utama di Bandung. Menurut data Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar, panjang total Sungai Cikapundung ialah 28 kilometer dan 15,5 km di antaranya melintasi Bandung.
Tingginya sedimentasi di anak Sungai Citarum ini mengakibatkan daya tampung kali semakin mengecil. Data BPLHD Jabar menyebutkan, sedimentasi di Cikapundung mencapai 1.023.347 ton per tahun. Lahan kritis seluas 3.865 hektar di sub-Daerah Aliran Sungai Cikapundung juga menyebabkan air larian (run-off) 529,5 juta meter kubik per tahun.
"Air larian itu memicu banjir karena tidak dapat diserap daerah tangkapan air yang kini banyak berubah menjadi permukiman," kata Kepala BPLHD Jabar Iwan Setiawan Wangsaatmaja. (REK)
Post Date : 06 September 2010
|