|
BANDUNG BARAT (SINDO) – DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) sedang mematangkan Perda Pengelolaan Persampahan dan Retribusi Perizinan Persampahan. Perda tersebut isinya menegaskan siapa pun yang membuang sampah ke TPA Sarimukti, mereka harus membayar retribusi. Itu berarti Kota Cimahi dan Bandung yang selama ini menjadi pengguna TPA Sarimukti harus membayar retribusi yang direncanakan besar angkanya Rp5.000/kubik sampah. “Jika nanti perda itu disahkan, mau tidak mau harus ditaati pihak mana pun. Jika mereka menyanggupi, silakan.Tapi jika tidak,mereka harus cari tempat pembuangan sampah lain,” tegas Ketua Pansus 15 Perda Pengelolaan Persampahan dan Retribusi Perizinan Persampahan DPRD KBB Heri Hilmansyah. Menurut dia, Kota Bandung dan Kota Cimahi wajib membayar retribusi pembuangan sampah kepada KBB jika tetap ingin membuang sampah ke TPA Sarimukti di Kecamatan Cipatat. Sejak 2006, Sarimukti menjadi tempat penimbunan sampah dari Kota Bandung dan Kota Cimahi,sementara Kabupaten Bandung Barat hanya jadi penonton. Volume sampah yang datang setiap hari mencapai 1.500 meter kubik yang mayoritas berasal dari Kota Bandung dan Cimahi,sementara KBB setiap hari hanya menyetor sekitar 55 truk sampah. Dia sangat menyayangkan selama hampir lima tahun pengoperasian TPA Sarimukti tidak ada kontribusi dari Pemkot Bandung dan Cimahi terhadap KBB. Sebagai pemangku wilayah TPA Sarimukti, KBB hanya menjadi objek penderita tempat penampungan sampah masyarakat Kota Bandung dan Cimahi tanpa pemasukan sedikit pun untuk pemkab. “Selama ini,kompensasi paling hanya kepada desa, itu pun hanya tiga desa, sedangkan kompensasi infrastruktur tidak diperhatikan. Contohnya jalan di Desa Sarimukti yang dibiarkan rusak,longsor juga dibiarkan. Jadi, wajar saja kalau ada gejolak di masyarakat Sarimukti,“ tandasnya. Jika jadi disahkan, Perda Pengelolaan Persampahan dan Retribusi Perizinan Persampahan ini nantinya bisa menjadi payung hukum penarikan retribusi.Dalam raperda ini diusulkan penarikan retribusi sebesar Rp5.000/kubik sampah yang datang dari luar KBB. Heri memandang nominal sebesar itu masih relatif kecil. “Berdasarkan kajian baik di Cimahi atau Bandung, dinas kebersihan dua daerah tersebut menarik retribusi sampah dari perusahaan berkisar antara Rp15.000–- 35.000/hari. Masa tidak mampu menyisihkan Rp5.000 saja kepada Pemkab Bandung Barat,”ujarnya. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang KBB Anugrah mengatakan, TPA Sarimukti merupakan milik pemerintah provinsi karena menyangkut tiga wilayah. Kalaupun tidak bisa dipungut retribusi oleh Pemkab Bandung Barat, nominal kontribusi dari Pemkot Bandung dan Cimahi akan ditentukan dalam nota perjanjian kerja sama. “Kalaupun ada pemasukan untuk pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor retribusi sampah, itu baru dari retribusi masyarakat dan tiga pabrik yang ada di KBB. Pada 2009 lalu, angkanya mencapai Rp400 juta, sedangkan dari Kota Cimahi dan Bandung belum ada,”ungkapnya. Ketua Komisi A DPRD KBB Iwan Ridwan Setiawan menyambut baik rencana raperda persampahan yang sedang dalam tahap pembahasan ini. Seharusnya dari awal KBB, selaku pemilik wilayah, mendapat kontribusi dari sampah yang dibuang ke wilayahnya. Selama ini,kontribusi baru diterima tiga desa, yaitu Sarimukti, Mandalasari, dan Rajamandala. Ketiga desa itu rata-rata menerima Rp17–20 juta tiap bulan. Namun, kontribusi bagi tiga desa itu merupakan kompensasi atas efisiensinya pengangkutan sampah yang tadinya harus melewati Cikalongwetan dan Cipeundeuy, sekarang jalurnya diperpendek ke Cipatat. “Tiap hari rata-rata truk sampah yang masuk TPA Sarimukti 260 rit.Tiap truk mengangkut 4–5 meter kubik sampah,”pungkasnya. (adi haryanto) Post Date : 23 Oktober 2010 |