JAKARTA– Tersendatnya pengelolaan sampah Ibu Kota membuat kalangan DPRD DKI Jakarta berang. Mereka bahkan meminta kerja sama pengolahan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang ditinjau ulang.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta E Syahrial mengatakan, setiap hari sampah di Ibu Kota semakin menumpuk.Padahal, sampah tersebut dikelola pihak ketiga dan ditargetkan mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD).Namun yang terjadi justru sebaliknya, pengelolaan sampah tidak memuaskan serta biaya yang dikeluarkan semakin meningkat. Menurut dia, banyaknya tumpukan sampah di Jakarta akibat pengelolaan menjadi tanggung jawab 19 instansi pemerintah daerah, sebelum sampai ke TPST Bantargebang.
Di Bantargebang pun, volume sampah diolah tidak sesuai dengan nilai kontrak kerja sama. Setiap hari sampah yang masuk TPST ini berkisar 4.000–4.500 ton per hari, sementara dalam kerja samanya 6.500 ton per hari.Angka ini sesuai dengan volume sampah dihasilkan setiap hari di Jakarta. “Setiap hari hampir di sejumlah titik tetap terdapat tumpukan sampah. Keberadaannya selain menjadi sumber polusi udara juga mengurangi estetika ibu kota.Makanya perlu ditinjau ulang lagi bentuk kerja samanya seperti apa,”kata Syahrial kemarin.
Pihaknya mencurigai sampah yang diolah PT Godang Tua Jaya di Bantargebang tidak hanya dari DKI Jakarta.Tidak menutup kemungkinan ada sampah dari luar.“Banyak masyarakat menginformasikan hal ini kepada kami,” ungkap Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta ini. Anggota Komisi D lainnya, Zainuddin, menambahkan bahwa pascabanjir sampah yang masuk Bantargebang ini meningkat menjadi sekitar 7.000 ton.
Peningkatan itu suatu hal yang wajar, sebab akibat banjir itu volume meningkat. Air banjir menyapu sampahsampah di permukiman dan ketika kering sampah itu terperangkap di daratan. Namun dengan banjir itu, volume sampah dari Jakarta di atas angka 6.500 ton per hari. “Bila perubahannya hanya 7.000 ton per hari, itu tidak terlalu signifikan,”kata Zainuddin.
Dia meminta operator pengelola sampah dapat bekerja sebagaimana yang tertuang dalam kontrak. Jika memang nilai tipping fee tidak sesuai dengan volume sampah yang dikerjakan,seharusnya disampaikan secara terbuka.Bahkan sebelum kontrak ditandatangani oleh dua pihak, mestinya operator menyampaikan nilai tipping fee lebih tepat.“Jangan asal berharap mendapatkan kontrak besar, ternyata beban operasional jauh lebih mahal,”ujar Zainuddin.
Sebelumnya,Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana metode pengolahan sampah yang dibawa keluar daerah akan dihentikan.Pemungutan sampah akan melibatkan padat karya masyarakat untuk mengangkut sampah di kawasan sungai. Pengangkutan dari sungai itu dibawa oleh mobil truk, sedangkan pengolahannya di TPST Bekasi ditinjau ulang. Sampah ini cukup diselesaikan di dalam kota Jakarta. “Cara seperti itu untuk agar sampah di sungai dapat dikeruk lebih cepat,”ujar Basuki.
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Unu Nurudin menegaskan, selama ini secara teknis pengolahan sampah di TPST Bantargebang cukup baik. Pihaknya mengakui ada masukan dari pihak luar, termasuk DPRD dalam hal pengolahan sampah agar lebih baik.Sejauh mana pencapaian kerja dan dampaknya perlu penilaian khusus dari pihak terkait, sebab penangan sampah ini juga melibatkan tim pakar.Begitu juga secara aspek sosial,semua itu perlu dicermati dengan bijak. “Sejatinya hal pengolahan sampah di Bantargebang ini dievaluasi. Operasionalnya sudah berjalan beberapa tahun,” tukas Unu.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi bakal mengkaji ulang terkait perjanjian pengelolaan TPST Bantargebang milik Pemprov DKI Jakarta, terutama soal jam perlintasan truk kendaraan sampah. Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, Pemkot Bekasi selama ini merasa kesulitan dalam mengkaji perjanjian antara DKI Jakarta dengan TPST Bantargebang terkait pengelolaan sampah.
Apalagi, DKI Jakarta diduga sering melanggar kesepakatan dalam jam perlintasan truk sampah. Pemkot Bekasi masih melakukan tim monitoring untuk mengawasi seluruh truk yang melintas saat jam kerja. ”Setiap melakukan pengawasan, banyak petugas Satpol PP menangkap kendaraan truk yang melintas di saat jam sibuk kerja,”katanya.
Sekretaris Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata menuding adanya TPST Bantargebang di Bekasi menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan di Kali Ciasem. Hal itu berdasarkan data BPLH Kota Bekasi tahun 2010-2011. ilham safutra/ abdullah m surjaya
Post Date : 28 Januari 2013
|