|
Kompas, Bogor - Permasalahan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bojong harus segera diselesaikan. Untuk itu, semua pihak yang tidak berkepentingan diharapkan mundur dan tidak lagi merecoki upaya penyelesaian yang tengah diupayakan. Sedangkan semua pihak yang berkepentingan mau duduk bersama mencari penyelesaian damai karena tidak ada gunanya bentrok dan ribut terus. Demikian disampaikan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor Karyawan Fathuracham dan Wakil Ketua Komisi A DPRD Endang Ruswanto, secara terpisah, Senin (5/9). Mereka dimintai keterangan berkait dengan rencana Komisi A mengundang aparat musyawarah pimpinan daerah Kabupaten Bogor, masyarakat Bojong yang pro dan kontra TPST, serta PT Wira Guna Sejahtera sebagai pengelola TPST. Menurut Fathurachman, persoalan TPST menjadi berlarut-larut karena banyak pihak yang tidak berkepentingan ikut nimbrung, sebagian di antaranya semata-mata karena kepentingan bisnis. Sejumlah pihak yang masuk kelompok tidak berkepentingan itu, katanya, adalah saudagar atau cukong sampah dari Bantar Gebang dan pengelola perumahan elite atau kapling-kapling tanah di kawasan Kelapa Nunggal-Cileungsi. Cukong sampah itu takut, nantinya semau sampah Jakarta akan diolah di TPST, lalu Bantar Gebang ditutup sehingga bisnis mereka yang per harinya bisa puluhan juta rupiah hilang. Pengelola estate atau kapling juga ikut nimbrung karena mereka ketakutan keberadaan TPST dikhawatrikan mengganggu pemasaran bisnis mereka, tuturnya. Lebih lanjut ia juga meminta warga Bojong mau membuka diri, tidak buruk sangka terhadap aparat pemkab yang akan menyosialisasikan masalah TPST. Jangan seperti yang sudah-sudah, belum dijelaskan sudah ditolak dan menuduh aparat akan melakukan tindakan-tindak tercela kepada warga, katanya. Pihak pemkab juga diharapkan meminta bantuan ulama setempat untuk membuka komunikasi yang macet. Sepengetahuan saya, pemkab maupun TPST tidak menyertakan ulama-ulama setempat untuk membuka komunikasi yang baik dengan warga, kata Fathurachman lagi. Ia juga meminta para politisi, khususnya anggota DPRD, berhenti mengomentari persoalan TPST dengan muatan-muatan politis yang tujuannya cuma mencari keuntungan bagi citra diri atau partai politiknya sendiri. Ia juga berharap agar para aktivis Walhi lebih berperan sebagai penengah. Kalau cuma mencari-cari kesalahan masa lalu, tidak akan ada habisnya, kata Fathurachman. (RTS) Post Date : 06 September 2005 |