|
Jakarta, Kompas - Rencana Undang-Undang Pengelolaan Sampah disetujui Sidang Paripurna DPR di Jakarta, Rabu (9/4). Keluarnya UU ini merupakan komitmen nyata Indonesia dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim akibat akumulasi gas rumah kaca, termasuk gas metan yang bersumber dari sampah. Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, keluarnya UU Pengelolaan Sampah akan mendorong tindak lanjut kesepakatan konferensi tentang perubahan iklim di Bali untuk menekan emisi gas-gas rumah kaca. Dengan keluarnya UU ini diharapkan tercapai perubahan yang signifikan dalam waktu lima tahun mendatang. Keluarnya UU Pengelolaan Sampah, jelas Ilyas Asad, Deputi V Penataan Lingkungan, akan segera diikuti dengan peraturan pemerintah yang mengatur petunjuk teknik, insentif, dan kompensasi. Undang-undang ini menetapkan kewajiban setiap orang, pengelolaan kawasan dan produsen dalam pengelolaan sampah. Pengelola kawasan permukiman, industri, hingga fasilitas sosial wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah. Sedangkan produsen wajib mengelola kemasan produknya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Undang-undang ini juga mengatur tentang pemberian kompensasi, antara lain berupa relokasi, pemulihan lingkungan, dan biaya pengobatan, kepada orang yang terkena dampak negatif dari kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Ketentuan pidana juga diberikan kepada pengimpor sampah dengan penjara kurungan 3 hingga 12 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Dan pengelola sampah yang mencemari dan hingga menyebabkan kematian diancam pidana penjara 4 sampai 15 tahun dan denda Rp 100 juta hingga Rp 5 miliar. Tiga kota Sebagai pengganti sistem penumpukan sampah di tempat pembuangan akhir yang banyak diprotes masyarakat, jelas M Gempur Adnan, Deputi II Bidang Pengendalian Pencemaran Kementerian Negara Lingkungan Hidup, pemerintah kini mendorong penerapan pengelolaan sampah dengan sistem 3R (reuse, reduce, dan recycle) pada skala kota. Saat ini uji cobanya dilakukan di Jombang, Singaparna, dan Magelang. Pola pemilahan sampah ini memberikan manfaat bagi pembukaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi masyarakat. Selain itu, dalam lima tahun mendatang akan didorong 26 kota berskala besar dan metro untuk menyusun dan menerapkan sistem sanitary landfill. Sebaliknya menutup TPA sampah atau open dumping. Penggantian itu merupakan keharusan bagi kota-kota besar di Indonesia untuk melaksanakannya dalam waktu lima tahun ini. (YUN/DIK) Post Date : 10 April 2008 |