|
Dari tahun ke tahun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selalu berkutat dengan pekerjaan rumah bagaimana menangani sampah yang kini telah mencapai 6.000 ton per hari. Tapi dari tahun ke tahun pula, persoalan sampah di ibu kota tak kunjung tertangani. Setelah gagal mengoperasikan tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bojong pada 2005, Pemprov DKI terkesan kehabisan akal. Pasalnya, Pemprov DKI sudah merencanakan untuk menyatukan semua pengolahan sampah di TPST Bojong. Jika TPST Bojong yang masuk wilayah Bogor dioperasikan, semua persoalan sampah dari ibu kota diharapkan dapat teratasi. Pasalnya, pengelolaan sampah akan dilakukan dengan teknologi muktahir, seperti diterapkan di Singapura. Hal itu, akan membuat tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang lambat laun tak lagi digunakan. Gagal mengoperasikan TPST Bojong, Pemprov DKI mau tak mau harus bergantung pada TPA Bantar yang sebenarnya sudah kelebihan kapasitas. Hal itu, membuat Pemprov DKI harus kembali memperpanjang kerja sama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi yang seharusnya berakhir pada pertengahan Juni 2006. Di sinilah, persoalan lama kembali muncul. Seolah berada di atas angin, Pemkot Bekasi kembali menggunakan kekuasaan untuk menekan Pemprov DKI. Ketika Pemprov DKI terlambat menyetor uang jasa (tipping fee), Pemkot Bekasi langsung mengancam akan menutup TPA Bantar Gebang. Hal serupa, pernah terjadi dua tahun lalu, ketika kerja sama Pemprov DKI, Pemkot Bekasi dan PT Patriot Bangkit Bekasi (PBB) yang ditunjuk sebagai pengelola TPA Bantar Gebang akan berakhir. Ketua Komisi D DPRD DKI, Sayogo Hendrosubroto, mengatakan, Pemkot Bekasi tak pantas mengeluarkan ancaman akan menutup TPA Bantar Gebang karena sudah menandatangani perjanjian perpanjangan kerja sama dengan Pemprov DKI, pada pertengahan Februari 2006. Ancaman tersebut, lanjutnya, menunjukkan Pemkot Bekasi tidak menghargai perjanjian kerja sama yang sudah disepakati. Apalagi, lahan Bantar Gebang sebenarnya milik Pemprov DKI. "Aneh kalau hanya karena masalah seperti ini, Pemkot Bekasi langsung main ancam akan menutup TPA Bantar Gebang. Tindakan seperti ini, tidak dewasa," kata Sayogo, belum lama ini. Terkait dengan hal itu, Sayogo mengatakan, Pemprov DKI harus segera mencari upaya penanganan masalah sampah secara terpadu, agar tidak terus bergantung pada TPA Bantar Gebang. Selain memerlukan teknologi canggih untuk pengelolaan sampah dan mencari alternatif TPA, Pemprov DKI seharusnya melibatkan semua pihak untuk mengelola sampah, termasuk masyarakat. Sayogo menilai, selama ini, Pemprov DKI tidak memiliki manajemen pengelolaan sampah terpadu. Semua sampah hanya diangkut dan langsung dibuang ke tempat pembuangan tanpa dipilah atau diolah mulai dari masyarakat. Hal itu yang menyebabkan DKI terkesan sangat bergantung pada daerah penyangga yang bersedia menampung sampah buangan dari ibu kota. "Padahal kalau disiapkan manajemen pengelolaan sampah secara terpadu, TPA hanya akan berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah yang sudah tidak bisa didaur ulang oleh warga. Bukan menjadi tumpuan untuk mengatasi masalah sampah," ujar Sayogo. [J-9] Post Date : 06 Juni 2006 |