|
Jakarta,Kompas - Pemerintah Provinsi DKI menyiapkan anggaran sebesar Rp 10 miliar untuk mengatasi sampah di Pantai Jakarta yang sudah memprihatinkan. Selain digunakan mempelajari sistem penanganannya, anggaran itu juga diperuntukan bagi pekerjaan penanganan sampah di laut. "Sekarang masih dalam tahap lelang proyek," kata Kepala Dinas Kebersihan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Rama Boedi, Senin (19/6) petang. Kata dia, dana tadi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2006 yakni dari pos Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Dalam catatan Kompas, volume sampah di perairan Pantai Jakarta sudah mencapai tahap memprihatinkan dan mengkhawatirkan. Bupati Kepulauan Seribu Djoko Ramadhan pernah menjelaskan, volume sampah di perairan Teluk Jakarta diperkirakan mencapai 300 meter kubik per hari. Sampah itu terus bergerak ke arah utara dan saat ini sudah memasuki Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Namun selama ini teknologi yang digunakan untuk membersihkan sampah itu masih tradisional, yakni pengangkatan sampah laut hanya dengan jaring. "Kalau tidak segera ditangani secara baik dan serius, dikhawatirkan biota laut di Kepulauan Seribu terancam punah dan tinggal nama," jelas Rama Boedi. Spesifik Menurut dia, sampah yang paling banyak ditemui di Pantai Jakarta berupa plastik. Sampah plastik itu di laut spesifik dibandingkan sampah di darat. "Jadi penanganannya sedikit berbeda dengan sampah di darat," paparnya. Rama Boedi berharap, penanganan sampah di Pantai Jakarta dilakukan dengan menggunakan sistem baru. Saat ini Pemprov DKI hanya memiliki dua kapal dan empat skoci untuk membersihkan sampah di laut, serta satu kapal diikuti dua skoci. Masing-masing armada berlabuh di Muara Karang (Jakarta Utara) dan Pulau Karya (Kepulauan Seribu). Kapasitas angkut masing-masing kapal berbeda-beda. Kapal yang bersandar di Muara Karang berkapasitas angkut 50 meter kubik per hari. Sementara kapasitas angkut kapal di Pulau Karya hanya 30 meter kubik per hari. "Jadi hasilnya kurang masimal," tambahnya. Manajemen terpadu Di tempat terpisah, Wali Kota Jakarta Utara, Effendi Anas mengatakan, sampah adalah masalah besar bagi Teluk Jakarta mulai dari garis pantai hingga perairan lautnya. Jakarta Utara menjadi muara dari berbagai jenis sampah ibu kota, dan daerah sekitarnya di Jawa Barat dan Banten. Sampah yang berasal dari berbagai wilayah itu sampai ke Pantai Jakarta dan perairan lautnya melalui 13 sungai tanpa terkendali. Persoalan yang timbul tidak saja pada masalah ekologi pantai dan laut, tetapi telah merembet ke persoalan ekonomi. Limbah padat itu misalnya telah membuat kehidupan masyarakat pesisir, terutama nelayan menderita dengan berbagai persoalan ikutan yang dialaminya. Di sepanjang sungai yang bermuara di wilayah Jawa Barat dan Banten misalnya terdapat ratusan industri. Di muara sungai, dan sepanjang pantai di Teluk Jakarta juga terdapat industri dan pabrik. Masalah itu tidak mungkin hanya isa ditangani sendiri-sendiri oleh daerah yang dilewati sungai, atau oleh pemerintah DKI Jakarta saja, atau oleh Pemkot Jakarta Utara saja. Mengingat dampak sampah, dan juga limbah cair lainnya sangat besar, maka sudah saatnya kini masalah itu tidak lagi hanya ditangani daerah atau ditangani secara sektoral. "Kita perlu memikirkan cara baru yang lebih baik, yakni perlunya manajemen pengelolaan pantai yang terpadu (coastal integrated management)," katanya. Kata Effendi Anas, manajemen terpadu itu bisa saja dalam bentuk sebuah otoritas atau badan khusus. Pembentukan manajemen pengelolaan kawasan pantai, atau teluk Jakarta secara terpadu itu untuk mengatasi persoalan ego sektoral atau saling menyalahkan di dalam menangani persoalan pantai, termasuk sampah. Contoh kasus terbaru yang terjadi di Jakarta Utara adalah gelombang aksi unjuk rasa ratusan nelayan tiga kelurahan di Cilincing, beberapa waktu lalu. Masalah yang dibawa oleh para nelayan ialah menurunnya produksi usaha tangkap dan budidaya ikan mereka akibat limbah, baik limbah cair maupun limbah padat. Kata Effendi Anas, persoalan itu merupakan salah satu contoh kasus saja. Semua pihak tidak boleh menganggap sepele masalah-masalah yang ditimbulkan sebagai dampak dari buruknya ekosistem laut dan pantai. Faktanya, setiap kali muncul masalah sampah atau limbah di Teluk Jakarta, selamanya diserahkan ke Pemkot Jakarta Utara, atau Pemprov DKI saja. Atau masing-masing perusahaan, badan usaha yang berada di sepanjang pantai untuk mengatasi lingkungannya sendiri-sendiri. "Padahal, masih ada daerah abu-abu (grey area) yang tidak tersentuh oleh perusahaan, badan usaha misalnya. Untuk itu, sekali lagi saya melihat perlu sekali dibentuk suatu manajemen yang terpadu untuk mengelola pantai," katanya. Otoritas atau badan khusus seperti seperti itu tidak saja melibatkan pemerintah daerah, seperti Jawa Barat, Banten dan DKI saja, tetapi terutama melibatkan pemerintah pusat. Inisiatif harus datang dari pusat, karena di sepnajang garis pantai Teluk Jakarta itu terdapat banyak badan usaha miliki negara yang juga amat menonjol di dalam kegiatan ekspor-impor. Dampak dari kegiatan itu telah menimbulkan tekanan tersendiri bagi kawasan pantai.(PIN/CAL) Post Date : 20 Juni 2006 |