|
Jakarta, Kompas - Dinas Pertambangan DKI Jakarta bersiap-siap melakukan audit penggunaan air tanah dari sumur dalam di seluruh Jakarta. DKI juga akan membeli georadar untuk memantau keberadaan sumur dalam liar dan penggunaan air tanah secara berlebihan. Menurut Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta Peni Susanti, Rabu (23/4) di Jakarta Pusat, di Jakarta terdapat sekitar 3.500 sumur dalam yang terdaftar. Setiap pemilik sumur mendapat kuota penggunaan air tanah sebanyak 100 meter kubik per hari. Peni mengatakan, jika kawasannya dilalui jaringan pipa PAM, penggunaan air tanah seharusnya hanya menjadi cadangan. Namun, pada kenyataannya, penggunaan air tanah malah menjadi yang utama dan terkadang berlebihan. ”Sebanyak 70 persen dari para pemilik sumur dalam itu juga merupakan pelanggan PAM. Namun, penggunaan air tanah di Jakarta masih 20 juta meter kubik per tahun,” kata Peni. Untuk menekan penyedotan air tanah yang berlebihan, kata Peni, audit penggunaan air ke setiap pemilik akan digelar. Setiap pelanggar kuota akan dikenai denda besar. Selain itu, untuk mengatasi keberadaan sumur dalam liar, Dinas Pertambangan akan membeli georadar untuk mendeteksinya. Setiap sumur dalam yang tak terdaftar harus ditutup dan disegel. Pemiliknya juga dikenai denda. Menurut Ketua Tim Penasihat Arsitektur Bangunan Jakarta, Widiadnyana, penyedotan air tanah dari sumur dalam menyebabkan timbulnya rongga di dalam tanah. Rongga itu yang mempercepat penurunan permukaan tanah di Jakarta. Berdasarkan penelitian Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam waktu 30 tahun, beberapa lokasi di Rawa Buaya sampai Kamal mengalami penurunan tanah hingga dua meter. Di Jakarta Pusat, penurunan paling parah terjadi di salah satu kawasan di Kemayoran yang mencapai 1,2 meter. (ECA) Post Date : 24 April 2008 |