|
Jakarta, kompas - Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar Gebang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan sampah DKI Jakarta dalam 10 tahun ke depan. Penggunaan kembali TPA Bantar Gebang dijamin tidak hanya mengandalkan sanitary landfill, tetapi juga menerapkan teknologi baru. Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Rama Boedi, Rabu (5/7), mengatakan, pembuangan sampah dari Jakarta sekitar 6.000 ton per hari yang sampai saat ini mengandalkan sanitary landfill akan dikombinasikan dengan penggunaan teknologi pengolahan sampah. Selain untuk mereduksi sampah sehingga memperpanjang usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, juga memanfaatkan kembali potensi ekonomi sampah. "DKI merasa masih membutuhkan TPA Bantar Gebang. Bahkan, TPA ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pengelolaan sampah DKI dalam 10 tahun ke depan. Untuk itu, pengelolaan TPA ini akan banyak perubahan," ujar Rama. DKI, lanjutnya, juga terus berupaya untuk bisa mengurangi beban TPA Bantar Gebang. Upaya itu antara lain dengan menyosialisasikan pengurangan dan pemilahan sampah mulai dari sumbernya hingga rencana pembentukan intermediate treatment facility di beberapa lokasi di wilayah Jakarta. Dari luas TPA yang mencapai 108 hektar, saat ini yang efektif sekitar 68 hektar. Jika pengelolaan sampah yang dibuang ke lokasi ini hanya mengandalkan sanitary landfill, yang dinilai belum juga memenuhi standar itu, pemakaian TPA yang sudah berumur 17 tahun ini tinggal sekitar dua tahun. Mengelola dan mengolah Untuk membuktikan perubahan dalam pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi sepakat membentuk badan usaha bersama. Penandatanganan kesepakatan itu direncanakan dalam waktu dekat ini. Menurut Rama, badan usaha dengan penyertaan modal masing-masing 50 persen itu akan menjadi semacam holding company. Nantinya, badan usaha itu menjadi pengelola TPA yang akan diubah menjadi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. DKI tetap membayar tipping fee sampah yang dalam dua tahun ini dipatok Rp 53.000 per ton. Badan usaha bersama ini akan mengelola sanitary landfill yang bisa saja menunjuk pihak lain (sampai saat ini dilakukan PT Patriot Bekasi Bangkit) dan mencari partner untuk berinvestasi dalam mengolah potensi ekonomi sampah di Bantar Gebang, seperti gas metan, plastik, dan kompos. Ke depan, bisa saja TPST ini menerima sampah dari kota- kota lain selain Jakarta. Saat disinggung rencana pembebasan lahan seluas 2,3 hektar di tengah zona III, Rama mengatakan tujuan utamanya adalah langkah preventif terhadap kemungkinan terjadinya longsor yang membahayakan masyarakat yang masih tinggal di sana. "Anggaran pembebasannya sudah diajukan dalam anggaran tambahan nanti," kata Rama. Penggunaan kembali TPA Bantar Gebang dengan jaminan pengelolaan yang ramah lingkungan itu belum sepenuhnya dipercayai warga Cikiwul, Ciketing Udik, dan Sumur Batu yang merasakan langsung dampak keberadaan TPA ini. Pasalnya, janji untuk memanfaatkan sampah dengan mendatangkan investor sehingga juga bisa memberdayakan warga sekitar dianggap lagu lama untuk membujuk masyarakat supaya setuju dengan penggunaan kembali TPA ini. (ELN) Post Date : 06 Juli 2006 |