DKI Batasi Pemakaian Air untuk Usaha Komersial

Sumber:Media Indonesia - 25 Februari 2011
Kategori:Air Minum

PERMUKAAN tanah wilayah Jakarta terus menerus menurun karena penyedotan air melalui sumur bor dan sumur pantek semakin tidak terkendali. Kondisi tersebut sangat berbahaya. Apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk mencegah Jakarta tenggelam, Selamat Saragih dari Media Indonesia mewawancarai Kepala Biro Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Peni Susanti. Berikut petikannya.

Apa upaya Pemprov DKI menanggulangi penurunan muka tanah?
Pemprov DKI sudah banyak berbuat lewat penertiban sejak 2009 hingga 2011. Penyedotan air bawah tanah adalah masalah lama, maka penanggulangannya harus bertahap.

Apakah penyebab penurunan tanah itu pengambilan air berlebihan, beban bangunan, konsolidasi alamiah lapisan tanah, atau gaya tektonik?
Permasalahan air bawah tanah disebabkan beberapa faktor. Misalnya rendahnya cakupan layanan air perpipaan yang baru mampu melayani sekitar 47% dari 9.558.198 jiwa populasi warga DKI. Berarti 53% belum menikmati air bersih dan mereka menggunakan air bawah tanah. Hal itu mendorong eksploitasi berlebihan terhadap cadangan air tanah, khususnya air tanah dalam.

Eksploitasi cadangan air tanah tinggi, sedangkan kapasitas pemulihan sangat rendah.

Apa yang akan dilakukan?
Kami membatasi pemakaian air tanah untuk keperluan komersial seperti sumur dalam (bor) maksimal 100 m3 per hari setiap titik, sumur pantek maksimum pemakaian 10 m3 per hari setiap titik. Kami terus meningkatkan pengendalian, pengawasan, dan pembinaan terhadap pengeboran serta pemakaian air tanah de ngan memberi kan teguran, peringatan, penyegelan, sampai pengecoran sumur.

Upaya lainnya?
Biro Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI sudah memperketat perizinan pemanfaatan air tanah dalam.

Apa lagi penyebab penurunan muka tanah di Ibu Kota?
Land subsidence. Penurunan muka tanah akibat proses pemadatan/kompaksi alami, beban statis bangunan antara lain beban bangunan gedung dan jalan, pergerakan kulit bumi/ lempeng tektonik, dan dampak pengambilan air berlebihan.

Dinas Pertambangan DKI dan LPPM ITB telah melakukan studi tentang terjadinya penurunan permukaan tanah Jakarta. Apa hasilnya?
Berdasarkan studi yang dilakukan Dinas Pertambangan DKI dan LPPM ITB pada 1999, pengambilan air tanah berperan menimbulkan land subsidence sebesar 17,5%, sedangkan 82,5% lagi akibat beban bangunan dan kompaksi.

Sekarang ini muncul kegiatan usaha yang menggunakan sumur bor dan sumur pantek. Mengapa tidak ditertibkan?
Penertiban terus kami lakukan .
Pada 20092010 t e rcatat 570 lokasi kegiatan usaha dikenai sanksi, 122 peringatan, 44 disegel, 72 dicor, dan 4 perusahaan laundry di Jakarta Barat dijatuhi sanksi pidana. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 17 Februari 2011 yaitu menjatuhkan denda Rp15 juta subsider kurungan empat bulan. Sanksi perdata juga telah dikenakan terhadap 12 lokasi kegiatan usaha sebesar Rp4,9 miliar. Pengusaha tersebut menggunakan air tanah tanpa izin dan tidak membayar pajak.

Warga yang menggunakan PAM tidak menyedot air tanah. Mengapa air di wilayah tersebut tidak dimanfaatkan?
Kami membuat sarana konvensi (sumur resapan dan injeksi di Situ Babakan, Danau Sunter, Duku Atas, dan Pulo Mas) serta alat pemantau dengan AWLR dan telemetri.

Apakah tidak ada upaya untuk menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang menyedot air secara berlebihan?
Perlu peningkatan tarif pajak air bawah tanah relatif tinggi dari tarif air bersih perpipaan (PAM) untuk tujuan konservasi sesuai Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI No 37/2009 tentang Harga Dasar Air Tanah Terendah Rp8.866 dan Tertinggi Rp23.333 per Sumur dan Satu Titik.

Dasar SK Gubernur DKI No 4554/1999 terendah Rp650 sampai Rp4.400 per sumur dan satu titik. (J-1)



Post Date : 25 Februari 2011