DKI akan Bangun TPST Indoor di Kelurahan

Sumber:Republika - 24 November 2005
Kategori:Sampah Jakarta
JAKARTA -- Pola penanganan sampah di Ibu Kota terus digodok. Mulai tahun 2006 mendatang, Dinas Kebersihan DKI memulai proyek percobaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) indoor di tiap kelurahan. Menindaklanjuti rencananya itu, nantinya ditetapkan lima kelurahan di lima wilayah DKI sebagai pilot project pengolahan sampah yang ramah lingkungan.

"Nantinya di tiap kelurahan sampah akan di packing, disemprot dan langsung dikirim ke TPS yang ada di kotamadya," kata Kepala Dinas Kebersihan, Rama Budhi, Rabu (23/11). TPST di kelurahan nantinya akan dikelola di dalam ruangan tertutup. Anggaran yang disiapkan untuk proyek percontohan ini menelan dana Rp 10 miliar yang diambilkan dari APBD.

Untuk proyek percontohan ini, menurut Rama, tidak akan dilakukan pembebasan lahan karena lahan yang akan digunakan untuk TPST di lima kelurahan ini milik pemerintah. Proyek percobaan ini akan dibuat di lima kelurahan di wilayah Jakarta Barat. Yaitu, Kelurahan Kerendang, Cengkareng Barat, Tegal Alur dan dua TPS di Kelurahan Pegadungan.

Setiap TPST kelurahan setidaknya membutuhkan lahan seluas 500 meter persegi. TPST ini direncanakan dapat mengolah 10 hingga 20 ton sampah setiap harinya. Jika proyek percontohan berhasil, maka di 257 kelurahan di DKI akan dibangun TPST serupa. "Jika nantinya investor berminat, mungkin pengolahan sampah di tingkat kelurahan bisa dikerjakan swasta," ujar Rama Budi lagi.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta akan membangun empat tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di empat wilayah kotamadya tahun 2006. "Selama ini, pengolahan sampah di DKI Jakarta masih menggunakan sistem open dumping. Sistem tradisional ini tidak tepat lagi digunakan saat ini karena mencemari lingkungan," ujar Gubernur Sutiyoso yang membuka acara Seminar dan Lokakarya Rencana Aksi Pengelolaan Sampah di DKI jakarta 2005-2015 kemarin.

Empat TPST yang akan dibangun tahun depan itu berlokasi di Pulo Gebang (Jaktim), Duri Kosambi (Jakbar), dan Ragunan (Jaksel), serta Marunda (Jakut). Namun teknologi yang digunakan di empat lokasi itu berbeda. Di Pulo Gebang, Pangunan, dan Duri Kosambi menggunakan teknologi mengubah sampah menjadi energi listrik. Sedangkan di Marunda sampah yang diolah akan menghasilkan kompos.

Menurut Sutiyoso, ide pembangunan TPST itu mengikuti model pengolahan sampah di sejumlah negara Eropa dan Asia. "TPST di sejumlah negara maju itu juga berada di tengah kota, tapi tidak menimbulkan bau dan mencemari lingkungan," jelasnya. Dia mencontohkan di Kanada, sampah diolah menjadi kompos dan semua sayur serta buah dijual menggunakan kompos tersebut. Untuk menangani sampah di lima wilayah kotamadya, Rama Boedi, mengatakan pemprov yang menyediakan lahan TPST sedangkan instalasinya dibangun swasta. "Setiap TPST itu menimal membutuhkan lahan antara 5 sampai 10 hektare," katanya.

Untuk TPST Duri Kosambi, menurut Rama, akan dibangun oleh Keppel Seghers Group dengan kapasitas 1.000 ton sampah per hari dengan menggunakan teknologi incenerasi. Teknologi ini rencananya dapat mengolah sampah menjadi listrik. TPST Pulo Gebang akan dibangun PT Kwarta Daya Pratama menggunakan teknologi bio methanisasi dengan kapasitas 1.000 ton per hari, TPST di Jaksel dibangun PT Jakarta Rewenable Energy dengan teknologi plasma gasifikasi berkapasitas 1.500 ton perhari. Di Marunda akan dibangun oleh PT Enviro Green dengan kapasitas 1.000 ton per hari.

Saat ini, tambah Rama, biaya yang harus dikeluarkan pemprov untuk setiap ton sampah masuk ke instalasi pengolahan (tipping fee) seperti TPA Bantargebang adalah Rp 52.500. Dengan adanya TPST di tiap wilayah, truk sampah tidak harus menempuh jarak yang jauh untuk sampai ke pembuangan. Saat ini beberapa truk yang mengangkut sampah dari ujung Jakbar harus menempuh perjalanan 60 km ke Bantargebang.(c31 )



Post Date : 24 November 2005