|
Jakarta, Kompas - Infeksi saluran pernapasan akut, diare, kelainan kulit, nyeri otot, dan gangguan lambung merupakan penyakit yang mendominasi korban banjir di Jakarta. Mengingat banjir terjadi setiap tahun, pemerintah perlu mengantisipasinya dengan menyiapkan air bersih dan tempat pengungsian. Hal itu diungkapkan dr Ari Fahrial Syam SpPD, Kepala Bidang Informasi Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Medical Relief, dalam simposium "Profil Penyakit Korban Banjir Jakarta pada Masa Tanggap Darurat", Jumat (23/2) di Jakarta. Kejadian luar biasa diare yang melanda Jakarta saat ini, menurut Ari, sebenarnya sudah diperkirakan dan disampaikan ke masyarakat dan pemerintah oleh PAPDI Medical Relief (PMR) pada hari ke-6 banjir besar di Jakarta. "Saat itu jumlah kasus diare meningkat tajam dari hari ke hari. Sumber air bersih seperti sumur dan bak penampungan tercemar. Kami mengimbau perlunya segera sarana air bersih atau teknologi yang memungkinkan air banjir bisa dimanfaatkan seperti layaknya air bersih. Namun, hal itu kurang mendapat tindak lanjut sehingga terjadi KLB diare," papar Ari. Banjir di Jakarta, lanjut Ari, akan terjadi setiap tahun dengan intensitas bervariasi. Karena itu, lokasi rawan banjir harus mendapat perhatian. Dalam hal ini sumber air bersih dan tempat pengungsian yang layak harus dipersiapkan jauh hari. Tempat itu perlu dilengkapi makanan untuk anak balita, peralatan tidur memadai, serta pakaian, terutama untuk bayi dan anak balita agar terlindung dari udara dingin. Dokter Trijuli Edi Tarigan menuturkan bahwa saat banjir, PMR terjun ke lebih dari 50 titik pengungsian di lima wilayah Jakarta. Tim terdiri dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter peserta pendidikan program spesialis penyakit dalam, serta perawat. Tim itu melibatkan karang taruna, kader kesehatan, pengurus masjid/ gereja, serta pengurus RT/RW. Menurut Ari, pasien yang dievaluasi adalah 2.381 dari 2.501 pasien yang mendapat pelayanan medis 4-11 Februari 2007. Rinciannya, 314 anak balita, 306 anak, 92 remaja, 1.419 dewasa, dan 128 usia lanjut. Satu orang bisa menderita lebih dari satu penyakit. Ari memaparkan, ada 900 kasus ISPA, sekitar 450 kasus nyeri otot, sekitar 350 kasus kelainan kulit, 200 kasus diare, dan sekitar 100 kasus dispepsia. Kasus lain adalah luka saat evakuasi, yaitu terkena benda tajam, osteoartritis atau gangguan tulang, hipertensi, dan radang mata. Anak balita lebih banyak mengalami diare dan ISPA. Penyakit ini dan kelainan kulit berhubungan dengan kondisi pengungsian yang tak memadai. Nyeri otot lebih banyak diderita usia lanjut dan perempuan, dispepsia lebih banyak dialami perempuan terkait stres yang tinggi akibat ketidakpastian nasib pengungsi dan hilangnya harta benda. (ATK) Post Date : 24 Februari 2007 |