|
Setelah sempat menjadi kontroversi saat hendak disahkan oleh DPR, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan uji materi (judicial review). Selain mendalilkan bahwa pengesahan Undang-Undang (UU) Sumber Daya Air (SDA) ini merupakan cacat hukum secara formal, para pemohon juga mendalilkan, UU SDA ini bertentangan dengan Pembukaan dan ketentuan Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945. Permohonan uji materi UU SDA ini diajukan dua kelompok pemohon. Pemohon pertama adalah 16 lembaga swadaya masyarakat (LSM), yaitu Walhi Jakarta, PBHI Jakarta, Somasi NTB, Yayasan Gita Pertiwi Solo, Perkumpulan Konservasi Alam dan Lingkungan Hidup Medan, UPC Jakarta, LSM "Djayengkoesoemo Center" Tulung Agung, Yayasan ICDHRE Jombang, Yayasan Pendampingan Perempuan Harmoni Jombang, Yayasan Pama Trenggalek, Yayasan Padi Indonesia Kalimantan Timur, Persekutuan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Jakarta, Yayasan Madani Jombang, LP3M Al Azhar Kediri, Yayasan Cakrawala Timur Madiun, serta Federasi Serikat Petani Indonesia Jakarta. Pemohon kedua adalah lima LSM, yakni YLBHI, LBH, Elsam, Icel, dan APHI. Menurut pemohon kedua, pertimbangan hukum sebagai dasar pembentukan UU No 7/ 2004 tentang SDA bertentangan dengan semangat dan jiwa UUD 1945 karena tak mencantumkan Pasal 33 UUD 1945 secara lengkap, utuh, dan sempurna. Penjelasan tentang UUD 1945 dinyatakan UUD tak dapat dimengerti kalau hanya dibaca teksnya saja karena itu tak berlebihan kalau dinyatakan perlunya menyelidiki praktik dan suasana kebatinan saat UUD 1945 dibentuk dan ditetapkan. Pemohon mendalilkan, tak dimuatnya Pasal 33 dalam konsideran menimbang UU No 7/ 2004 tentang SDA secara utuh -yakni Pasal 33 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)-bertentangan dengan jiwa dan semangat pembentukan UUD 1945 serta bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 seperti dinyatakan dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945. UU SDA ini juga bertentangan dengan jiwa dan semangat serta ketentuan pasal-pasal lain dalam UUD 1945, yakni Pasal 6 Ayat (3), Pasal 8 Ayat (2) Huruf c, Pasal 9 Ayat (1), Pasal 29 Ayat 3 dan 4, Pasal 38, Pasal 46, Pasal 91, serta Pasal 92. Di dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, kedua pemohon diminta majelis hakim konstitusi, yang dipimpin Hardjono, untuk menggabungkan perkara mereka. Hal ini dilakukan untuk membuat sidang-sidang yang digelar bisa jauh lebih efektif. Johnson Panjaitan, kuasa hukum pemohon pertama, mengatakan, pemohon kedua mendalilkan seluruh isi UU SDA bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. "Kami menolak semangat dibentuknya UU SDA ini," kata Panjaitan. Di dalam gugatannya, pemohon pertama menyebutkan, secara materiil pemohon berkesimpulan bahwa UU No 7/2004 tentang SDA sebagaimana dinyatakan pada Pasal 40, 41, dan Pasal 45 telah mendorong meningkatnya peran swasta dalam pengelolaan air dan pada saat yang bersamaan mengurangi peran negara dalam sektor ini. Pengelolaan air oleh swasta menurut UU ini dapat dilakukan dalam berbagai aspek, antara lain penyelenggaraan sistem air minum, pengelolaan sumber-sumber air, dan penyediaan air baku bagi irigasi pertanian. Walaupun dalam pasal per pasal tidak menggunakan kata privatisasi, pelibatan swasta dalam berbagai bentuk dan tahap pengelolaan air menunjukkan adanya agenda privatisasi dalam UU SDA. (VIN) Post Date : 14 Juli 2004 |