|
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan terobosan untuk mengatasi problem sampah. Setidaknya, Kepala Dinas Kebersihan DKI Rama Budi sudah menyiapkan program baru pengolahan sampah yang diawali dari hulu, yaitu dengan melibatkan masyarakat bersama lurah setempat. "Dengan terobosan baru itu, sampah warga DKI bisa berkurang 20% dari 6.000 ton per hari, setelah diolah di tingkat kelurahan," kata Rama Budi kepada Media pekan lalu. Operasionalisasi terobosan Rama Budi ini dimulai 2006. Saat ini, anggaran dan sistem operasionalnya tengah disusun. Semua itu, kata Rama, telah dilaporkan kepada Gubernur Sutiyoso dan mendapat sambutan baik, dan siap dilaksanakan di lapangan. secara teknis bisa disebutkan, pengolahan sampah di Jakarta nantinya diserahkan kepada pihak kelurahan, yang seluruhnya berjumlah 265 kelurahan, di luar Kepulauan Seribu. Dengan melibatkan masyarakat dan pihak kelurahan itu, Rama menjamin sampah yang akan diangkut dari depo kelurahan ke Tempat Pemusnahan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, berkurang sampai 20%. Kalau itu bisa diterapkan di Jakarta, sampah warga yang diangkut ke TPA sampah beratnya tinggal 80%. Soalnya, limbah cair sudah terbuang saat diproses di depo kelurahan. Selama ini pengolahan sampah dari hulu sampai ke TPA ditangani Suku Dinas Kebersihan lima wilayah dan Dinas Kebersihan DKI. Tapi mulai 2006, diserahkan kepada kelurahan sebagai hulu sumber sampah. Dalam bahasa Rama Budi, pelibatan warga itu merupakan salah satu strategi Pemprov DKI dalam menangani sampah warga Ibu Kota ke depan. Sebelum Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bojong beroperasi, beban TPA Bantar Gebang, tempat penampungan sampah warga DKI selama ini, harus dikurangi. TPA di Bekasi itu kapasitas idealnya hanya menampung tiga ton, tetapi kini terpaksa harus menerima empat sampai lima ton sampah per hari. Dengan beban berat seperti itu, Rama Budi menggambarkan TPA Bantar Gebang sekarang sama dengan bus kota yang berkapasitas 40 tempat duduk, dipaksakan memuat 80 orang. Karena itu, harapan agar TPST Bojong segera beroperasi, agar bisa menampung sampah Jakarta, sekaligus mengurangi daya tampung TPA Bantar Gebang. "Sayangnya, sampai kini pengoperasian TPST Bojong masih diliputi pro dan kontra." Dari 265 kelurahan se-DKI Jakarta, berarti setidaknya dibutuhkan 265 depo sampah, yang idealnya berada di atas tanah seluas sekitar 500 meter per segi per kelurahan. Sayangnya, belum semua kelurahan memiliki depo sampah. Memang ada depo, tapi tidak layak dipakai, karena kondisinya tidak memadai. Soalnya, posisinya kecil memanjang dan pendek serta serong. Oleh karena itu, sangat mendesak mencari lahan baru untuk membangun depo sampah di tiap-tiap kelurahan. Sistem 'compacting' Beberapa kota metropolitan di dunia, menurut Rama Budi berhasil menggunakan sistem compacting dengan cara memadatkan sampah di depo hingga beratnya berkurang 20%. Misalnya di Han Cau (RRC), Pakistan, dan beberapa kota lainnya yang pernah ditinjaunya. Dari hasil peninjauan itu, Dinas Kebersihan DKI menilai sistem itu layak dipraktekkan di Ibu Kota. Dari persiapan yang diadakan bisa disebutkan, sistem anggarannya disusun akhir tahun 2005 untuk diusulkan dalam Tahun Anggaran (TA) 2006. Jadi, kemungkinan pada 2006 program ini sudah diterapkan, dengan melibatkan warga dan kelurahan. Sekarang Dinas Kebersihan DKI tengah menginventarisasi kelurahan yang telah memiliki depo. Namun perlu diteliti standarnya, karena banyak depo tidak sesuai program compacting, yang idealnya lahannya di atas sekitar 500 meter per segi. Tetapi, menurut Rama Budi, teknologi yang digunakan nantinya tidak hanya sistem compacting, tapi bisa juga teknologi lain. Meski begitu, tidak mungkin menggunakan teknologi incenerator (pembakaran), karena suhu terlalu panas dan menyerap aliran listrik terlalu tinggi. ''Kita kan harus hemat energi.'' Langkah lain untuk mengurangi beban TPA Bantar Gebang, Dinas Kebersihan DKI segera mengoperasikan tempat pengolahan sampah aset Pemprov DKI seluas 5.000 meter persegi di Duri Kosambi, Jakarta Barat. Sayangnya, Rama Budi belum mau menjelaskan teknologi yang akan digunakan di lokasi itu. Perlu pendekatan Pemprov DKI berharap banyak pada pengoperasian TPST Bojong, yang dikelola PT Wira Guna Sejahtera (WGS). Rama Budi menyarankan pihak pengelola dan pihak terkait lainnya melakukan pendekatan intensif kepada warga sekitar yang selama ini menolak TPST itu. ''Saya yakin masyarakat sekitar belum memahami betul teknologi yang digunakan, sehingga mereka protes, ditambah adanya pihak luar yang memprovokasi masyarakat,'' kata Rama Budi. Kepala Dinas Kebersihan DKI itu mengakui tak hanya warga Bojong yang memprotes. Tim DPR Penanganan TPST Bojong juga mengeluarkan pernyataan tentang ketidaklayakan lokasi pengolahan sampah itu. Tapi hal itu, kata Rama Budi, hendaknya dijadikan masukan untuk bahan evaluasi yang kini tengah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup, BPPT, dan Pemprov DKI Jakarta. Rama Budi berharap masih bisa dilakukan revisi perizinan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) TPST Bojong untuk perbaikan. Dengan begitu nantinya akan beroperasi tempat pengolahan sampah ramah lingkungan. ''Prinsipnya dalam menangani sampah warga DKI harus menggunakan teknologi canggih, sehingga ramah lingkungan.'' Untuk penanggulangan sampah yang mengandalkan teknologi canggih dan ramah lingkungan itu akan melibatkan investor dalam maupun luar negeri. (Selamat Saragih/J-1) Post Date : 09 Agustus 2005 |