|
BANJIR di jalan lintas timur (jalintim) terutama di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Tulangbawang, Lampung, hingga Kecamatan Pematang Panggang, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan (Sumsel), kembali mengancam pengguna jalan. Banjir di kawasan itu menjadi langganan saat musim hujan tiba. Zaenal, pengemudi truk pengangkut sayur-mayur, merasakan kegetirannya bermalam di jalintim saat banjir melanda wilayah itu awal tahun ini. Selama 10 tahun menjadi pengemudi truk, itu merupakan pengalaman yang tidak terlupakan. Tidur di truk, bagi pria berusia 50 tahun itu bukan merupakan hal yang aneh. Hal itu biasa ia lakoni manakala rasa kantuk mendera. Tapi, tidur di truk dalam kondisi jalan banjir dan hujan tiada henti tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun, hal itu terpaksa ia lakoni manakala jalan tak bisa dilalui akibat banjir dan kondisi jalan rusak parah sepanjang 15 kilometer. Saat itu, ketinggian banjir di jalintim mencapai 1 meter hingga 1,5 meter. Zaenal memang tidak sendirian, banyak pengemudi lain yang bernasib sama. Jalur jalintim memang menjadi jalur primadona bagi pengguna jalan dari Lampung menuju Jambi dan sebaliknya. Sambil menunggu air surut, semua kendaraan baik yang datang dari Jambi, Sumsel, atau sebaliknya terpaksa bermalam di jalan. "Waktu itu saya akan pulang ke Bandar Lampung setelah mengantarkan semangka dari Sumatra Utara (Sumut). Karena tidak bisa dilalui, saya tidak kembali. Padahal, saya harus mengantarkan pisang ke Jakarta," ujar bapak satu anak ini saat ditemui Media beberapa waktu lalu. Kendati begitu, ia masih bisa mensyukuri. Pasalnya, peristiwa itu terjadi bukan pada saat ia menuju Sumut membawa semangka, melainkan saat hendak pulang dan truk dalam kondisi kosong. Saat itu, lanjut Zaenal, kondisinya benar-benar sulit. Mereka terpaksa menahan rasa lapar karena kondisi jalan banjir jauh dari perumahan penduduk. Yang ada di kanan kiri jalan hanya rawa-rawa. Selain menahan rasa lapar, Zaenal dan rekan-rekannya juga khawatir mendapat ancaman dari bintang buas. Sebab, pada malam hari tidak ada penerangan. "Kita bukan takut pada manusia, tetapi takut pada binatang seperti ular, apalagi jalanan masih rata dengan air sehingga tidak kelihatan batas antara jalan dan parit," tandasnya. Setelah banjir surut, Zaenal dan pengemudi lainnya dihadang masalah lain. Jembatan Cakad--masih di Kecamatan Mesuji--ambruk akibat diterjang banjir. Zaenal pun terpaksa menginap satu hari karena jalan tidak bisa dilewati. Namun, kini kondisi di jalintim berbeda. Menjelang Lebaran ini, jalur tersebut tengah diperbaiki. "Saya satu minggu lalu lewat jalintim, memang saat ini kondisinya jauh lebih baik," ujar warga Ogan Komering Ilir ini. Kendati demikian, ia mengingatkan para pengguna jalan untuk tetap waspada. Apalagi, saat ini memasuki musim penghujan dan bahaya banjir siap menghadang. Kondisi jalintim memang rawan banjir. Itu disebabkan permukaan jalan rata dengan bahu jalan. Bahkan, ada sebagian jalan yang justru lebih tinggi dari bahu jalannya. Bila curah hujan tinggi, dapat dipastikan jalan di daerah tersebut akan tergenang air. Menurut Zaenal, pemerintah harus memberikan informasi tentang kondisi jalan. Apalagi, saat ini menjelang Lebaran sehingga jalur tersebut diperkirakan ramai oleh para pemudik. "Kita berharap informasi semacam itu bisa diperoleh, sebab jika sudah terjebak di jalan rusak atau terkena banjir, pengguna jalan dirugikan. Belum lagi barang-barang yang mestinya harus cepat sampai akhirnya terlambat," katanya lagi. Selain itu, untuk beberapa daerah yang rawan banjir dan longsor, pemerintah harus menempatkan alat-alat yang bisa digunakan pada saat bencana. M Noviandri/N-2 Post Date : 20 Oktober 2005 |