BANJARNEGARA -- Eksploitasi lahan pertanian di dataran tinggi Dieng menyebabkan daerah itu mengalami krisis air bersih. Pembukaan hutan secara membabi-buta dan penggunaan pestisida secara berlebihan diduga menjadi penyebab utamanya. "Semakin parah," kata Slamet, Koordinator Paguyuban Petani Kentang Wijayakusuma, kepada Tempo kemarin.
Krisis air bersih sebenarnya sudah dirasakan penduduk Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara, sejak lima tahun lalu. Menurut Slamet, untuk mendapatkan air bersih, penduduk harus mencari air sejauh 10 kilometer dari desanya. Akibat krisis air bersih ini, kini 50 anggota paguyuban itu mulai melakukan penyelamatan lingkungan sejak awal Januari ini.
Petani menanam kembali hutan yang telah ditebang dengan pohon jati dan mahoni. Selain itu, mereka mengurangi penggunaan pestisida, yang akan diganti dengan pupuk organik. "Ketersediaan pupuk organik tak masalah," katanya. Tapi masalahnya, kata Slamet, justru ada pada kondisi tanah pertanian mereka. Sebab, butuh waktu lama untuk menetralisasi tanah dari pencemaran pestisida.
Nilai ekonomis komoditas kentang yang tinggi membuat masyarakat Dieng tak terkontrol membuka lahan baru dan menggunakan pestisida. Penduduk menanam kentang jenis super yang biasa dikonsumsi rumah makan cepat saji. "Sehari saja tanaman kentang tak diberi pestisida, akan langsung layu menjadi kuning," ujar dia. Rata-rata penduduk menebar 600 liter pestisida per hektare.
Lambat laun kesuburan tanah menurun, sehingga berubah menjadi lahan kritis. "Banjir lumpur kerap terjadi di Dieng," dia menegaskan. Akibatnya, kata Slamet, beberapa daerah resapan air, antara lain Telaga Balaikambang, Swiwi, dan Sidlingo, semakin dangkal.
Ahli toksikologi dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Slamet Santoso, menjelaskan soal pencemaran air di Dieng. "Air di sana terasa asam dan asin," katanya. Ia menduga, sangat mungkin pencemaran itu berasal dari penggunaan pestisida, karena hampir seluruh wilayah Dieng merupakan lahan pertanian. "Residu pestisida yang menahun dan merembes ke dalam tanah bisa menyebabkan tercemarnya air tanah," ujar Slamet Santoso. Jalan keluarnya, katanya, adalah petani harus berhenti total menggunakan pestisida.
Sekretaris Daerah Kabupaten Banjarnegara Syamsudin mendukung upaya paguyuban itu dalam melakukan gerakan pemulihan lahan. "Kami berencana membentuk tim kerja pemulihan Dieng," katanya. Tim ini, kata dia, beranggotakan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, industri, dan pemerintah. "Kondisi Dieng sudah parah, sehingga saya berharap tim ini bisa bekerja cepat," katanya. Dia meminta petani untuk sementara ini mengubah mata pencarian, sembari menunggu tanah netral dari pencemaran pestisida. ARIS ANDRIANTO
Post Date : 12 Januari 2010
|