|
Indralaya, Kompas - Penyakit diare masih terus mewabah di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, pada akhir musim kemarau ini. Jumlah kasus diare selama September mencapai 1.211 kasus. Satu penderita, Nurika (35), warga Desa Ulak Kembahang, Kecamatan Pemulutan Barat, meninggal awal September lalu. Diare masih berkembang karena masyarakat di sejumlah kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir masih mengonsumsi air sungai atau rawa yang kotor, yang mengandung kuman penyebab diare, vibrio cholera. Penderita diare biasanya mengalami gejala sering buang air besar, muntah, dan badan lemas, sulit makan atau minum, serta demam tinggi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir Izwar Arfanni, di Indralaya, Senin (9/10), mengakui, wabah diare terus berlanjut di kabupaten itu. Jumlah kasus diare selama Juli mencapai 1.300 kasus, Agustus 1.251 kasus, dan September 1.211 kasus. Penderita diare terbanyak terdapat di Kecamatan Pemulutan dengan 365 kasus, Pemulutan Barat (212 kasus), Kandis (168 kasus), dan Simpang Timbangan (165 kasus). "Diare masih berkembang di kawasan pemukiman di pinggir sungai. Penyebaran penyakit itu dipengaruhi lingkungan sungai yang kotor pada musim kemarau ini, dan kebiasaan warga yang mengonsumsi air sungai itu tanpa disaring sampai jernih," katanya. Berdasarkan pemantauan, masyarakat di Pemulutan masih meminum air Sungai Pemulutan dan Sungai Ogan yang kotor saat kemarau. kebiasaan itu terpaksa dilakukan karena sumur mengering, sedangkan sebagian besar warga tidak punya banyak modal untuk membeli air mineral isi ulang atau kemasan. Air sungai itu diandalkan untuk mencuci, mandi, dan membuang kotoran sekaligus. Masyarakat memgambil air sungai dengan bak dan diendapkan selama semalam. Air endapan yang sudah bening diambil untuk dimasak dan diminum, tanpa disaring lagi. Jika sangat keruh, air dibubuhi bubuk kaporit yang banyak dijual di toko. "Kami terbiasa mengambil air di Sungai Pemulutan untuk mandi, mencuci, dan minum. Masyarakat banyak yang terkena diare selama kemarau. Anak saya, Patimah (2), juga terkena diare," kata Layinah (30), warga Desa Pelabuhan Dalam. Warga yang terkena diare biasanya diobati oleh bidan desa atau dokter di puskesmas. Beberapa puskesmas yang buka 24 jam merawat inap pasien yang terkena diare parah. Yayuk (28), warga Indralaya, membawa anaknya, Akbar (1,5), yang terkena diare dua hari ini di puskesmas Indralaya. "Anak saya suka main lumpur dan air di luar. Tiba-tiba dia muntah-muntah, buang air besar, dan lemas. Dia tidak mau makan dan minum sehingga harus diinfus seprti ini," kata Yayuk sambil menggendong anaknya. Menurut Izwar, penyakit diare merupakan penyakit tahunan yang mewabah saat musim kemarau. Hingga kini, sekitar 30 desa di Kecamatan Pemulutan, Pemulutan Barat, dan Pemulutan Utara, masih rawan diare. Para petugas dari dinas kesehatan dan puskesmas menanggulangi wabah diare dengan menggiatkan penyuluhan hidup sehat dan pentingnya menjaga air minum yang bersih. Dinas juga membagikan oralit untuk memulihkan dehidrasi bagi penderita diare, serta bubuk kaporit untuk membantu menyaring air. (iam) Post Date : 10 Oktober 2006 |