|
KUPANG - Wabah penyakit diare merenggut korban di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Korban yang merupakan warga Kampung Teok, Kelurahan Nefoleu, dilaporkan tidak sempat mendapatkan pertolongan medis, demikian Sekretaris Kabupaten TTS, Drs Rubenny Isaac kepada Pembaruan di Kupang, Rabu (23/2) pagi. Dikatakan, laporan tentang jatuhnya korban jiwa akibat penyakit diare tersebut sedang diteliti tim medis dari Dinas Kesehatan yang diterjunkan ke lokasi. Tim tersebut juga diinstruksikan agar melokalisasi wabah, sehingga tidak meluas ke desa-desa tetangga lainnya. Sementara itu, warga setempat mendapat sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan mengonsumsi air yang sudah dimasak. Ia menyesalkan sikap masyarakat yang tidak segera membawa korban ke puskesmas atau langsung ke rumah sakit agar mendapatkan pertolongan medis. Akibat keteledoran tersebut, jatuh sembilan korban jiwa. Dikhawatirkan wabah diare makin meluas di kawasan tersebut karena merupakan penyakit yang mudah menular. Sementara itu, Direktur RSU Prof Dr WZ Johannes Kupang dr Hein Mooy mengatakan, sejak 7 Desember 2004 hingga kini tercatat 283 pasien yang dirawat akibat penyakit demam berdarah dengue (DBD). Di antaranya, delapan orang meninggal dunia akibat kondisinya yang sudah sangat kritis ketika dibawa keluarganya untuk mendapatkan perawatan. Ia mengakui, saat ini pihaknya cukup kewalahan menghadapi kasus DBD. Pasalnya, sangat banyak pasien yang datang untuk memperoleh perawatan, sementara jumlah ruang rawat inap terbatas. Akibatnya, ruang Instalasi Gawat Darurat yang mestinya digunakan untuk menangani kasus-kasus gawat darurat, kini dipenuhi pasien DBD karena belum ada ranjang yang kosong di ruang rawat inap. Menurut pantauan Pembaruan, selain RSU Prof Dr WZ Johannes, pasien DBD juga memenuhi ruang rawat inap di RS Bhayangkara dan RSWirasakti serta beberapa puskesmas dan klinik perawatan swasta yang tersebar di Kota Kupang. Sementara di beberapa Puskesmas Pembantu (Pustu), terlihat banyak pasien yang berdatangan untuk mendapatkan perawatan. Di Pustu Maulafa yang dilayani dua tenaga perawat, para pasien yang diketahui terkena gejala DBD maupun yang positif mengidap DBD, langsung diarahkan ke dokter atau ke rumah sakit. Pasalnya, di pustu tersebut hanya melayani pasien rawat jalan untuk kasus-kasus ringan seperti ISPA, pilek, demam dan beberapa kasis lainnya. Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ende, drg Dominikus Minggu Mere SKM mengatakan kasus DBD muncul sejak Desember 2004 lalu. Tercatat 20 orang yang harus menjalani perawatan intensif di RSU Ende dan kini telah diizinkan pulang ke rumahnya karena sudah sembuh. Untuk penanggulangan kasus DBD, pihaknya telah melakukan sosialisasi tentang kebersihan lingkungan sertas melaksanakan pengasapan di daerah yang positif DBD. (120) Post Date : 23 Februari 2005 |