|
SUKABUMI, (PR).-Sampai Kamis siang (5/10), tecatat 29 warga yang dipastikan terkena dehidrasi berat, sedang, dan ringan. Satu di antaranya meninggal akibat dehidrasi berat. Selain itu, akibat sesaknya ruang perawatan di RSUD Sekarwangi Cibadak, sebagian penderita terpaksa dirawat di Balai Desa Ciheulang Kaler dan rumah masing-masing. Serangan diare ini langsung dinyatakan sebagai kejadian luar biasa. Berdasarkan keterangan, sebenarnya serangan diare sudah mulai sejak Senin malam (2/10). Saat itu tercatat ada tiga warga di Dusun Kebonkai Desa Ciheulang Kaler Kec. Cibadak yang dilarikan ke rumah sakit. Bahkan salah satunya bernama Kosih (65), asal Kampung Gudang Kedusunan Kebonkai RT 04 RW 05 meninggal akibat dehidrasi berat dan terlambat berobat. Keesokan harinya, Selasa muncul lagi beberapa korban dan puncaknya terjadi Rabu malam hingga Kamis dini hari. Puluhan warga dari tiga kedusunan di Desa Ciheulang Kaler Kec. Cibadak, yaitu Dusun Pasirjati, Kebonkai, dan Ciheulanghilir, serentak diserang diare. "Seluruh tenaga medis sudah siaga. Sehingga ketika ada informasi Diare menyerang tiga kedusunan tersebut, kami siapkan posko sementara di balai desa. Para penderita diinstruksikan untuk dibawa ke Balai Desa Ciheulang agar memudahkan tenaga medis melakukan perawatan dan pertolongan dengan cepat. Tapi bagi penderita yang sudah dinyatakan dehidrasi berat, kami larikan ke rumah sakit. Kami bersama-sama Kepala Puskesmas dr. Ana terpaksa begadang hingga pukul 3.30 WIB," ujar Bidan Desa Ciheulangkaler, Nita Leonita yang didampingi Kades Ciheulangkaler, Sukmantana. Sampai Kamis siang, tercatat ada enam pasien diare yang masih dirawat di Balai Desa Ciheulangkaler, sisanya dirawat di rumah sakit dan rumah masing-masing. Ditambahkan oleh Nita, saat ini RSUD Sekarwangi Cibadak tidak cukup untuk menampung pasien diare dari tiga kedusunan tersebut sebab penuh oleh pasien-pasien lainnya yang menderita diare dan penyakit lainnya. Sementara Kasubdin Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) Dinkes Kab. Sukabumi, Didi Supardi, S.K.M., M.M. menjelaskan, serangan diare ini kemungkinan disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat dan kebiasaan jorok masyarakat. Dikemukakan pula, sudah bertahun-tahun warga di ketiga kedusunan tersebut memanfaatkan air dari Kali Cialing, sebuah sungai kecil dengan debit air rendah, serta kotor karena selain tempat pembuangan sampah, buang air besar, juga dimanfaatkan oleh warga untuk mandi cuci dan kakus (MCK). Didi menambahkan, kebiasaan masyarakat menggunakan air kotor ini, kemungkinan disebabkan sulitnya mendapatkan air bersih. Terlebih lagi sudah lebih dari lima bulan hujan tidak turun. Akibatnya, semua kotoran bertumpu di Kali Cialing dan serapan airnya justru dimanfaatkan untuk kepentingan MCK. Upaya penanggulangan wabah diare di tiga kedusunan ini sudah dilakukan dengan mengirimkan air bersih yang cukup banyak di PDAM.Warga yang terkena diare juga dibebaskan dari biaya perawatan, apalagi sebagian besar penderita berasal dari keluarga miskin. "Karena ada yang meninggal dan jumlah penderita sangat banyak, wabah diare ini sudah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa," ujar Didi. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan, pasien diare yang dirawat di balai desa, meskipun mendapatkan pelayanan kesehatan yang cukup baik. Akan tetapi, penempatan pasien dirasakan kurang manusiawi. Seluruh pasien dibaringkan pada sehelai tikar atau permadani, sedangkan cairan infus digantung pada sebuah paku yang ditempelkan di dinding balai desa. "Ini sifatnya darurat. Jadi seadanya saja yang penting pasien bisa diselamatkan," kata beberapa petugas kesehatan di Balaidesa Ciheulangkaler.(A-82) Post Date : 06 Oktober 2006 |