|
BANDUNG -- Tumpukan sampah yang berkepanjangan mengancam kesehatan warga Kota Bandung. Warga perlu mewaspadai penyakit diare dan leptospirosis yang kemungkinan menyerang akibat terkena cairan dari tumpukan sampah. Direktur Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dr Cissy RS Prawira, mengatakan, ancaman diare dan leptospirosis ini diinformasikan oleh dokter-dokter yang bertugas di RSHS. ''Kalau sampah terus-menerus menumpuk, dikhawatirkan kedua penyakit itu akan diderita oleh masyarakat,'' katanya kepada wartawan, Senin (12/6). Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri leptospira. Bakteri ini menyerang hewan dan manusia, serta tahan di air tawar selama satu bulan. Sumber penularan bakteri ini adalah tikus, babi, kambing dan lainnya. Cara penularan bakteri ini adalah kontak dengan air, tanah dan tanaman yang dikencingi oleh hewan-hewan yang sudah mengidap bakteri tersebut. Penyebarannya melalui selaput lendir, makanan, luka dan lain-lain. Masa inkubasinya empat sampai sembilan hari. Selain itu, kata Cissy, warga juga perlu mewaspadai sampah berupa kaleng yang terbuka ke atas. Jika kaleng itu terisi air akan menyebabkan jentik-jentik nyamuk. ''Itu bisa menyebabkan berkembangnya Demam Berdarah Dengue (DBD),'' ujarnya. Sementara itu, dana yang dijanjikan gubernur sudah turun. Jumlah dana yang cair lebih besar dari yang dijanjikan yakni Rp 2,3 miliar. Sebelumnya, dana yang dijanjikan adalah Rp 2 miliar. Angka Rp 2,3 miliar itu, sesuai dengan pengajuan wali kota Bandung untuk keperluan penyewaan armada truk. Setelah dana turun, status sampah yang asalnya darurat menjadi bencana. Wali Kota Bandung, Dada Rosada, mengatakan, pembuangan sampah saat ini masih terhambat kendaraan. Dengan dana itu, pembuangan sampah bisa lebih optimal. Rencananya, uang itu akan digunakan untuk menyewa lebih dari 600 unit truk selama masa darurat sampah yakni tiga bulan. Dikatakan Dada, setelah TPA Cikubang, Kampung Sasak Saat, Desa Sumur Bandung, Kec Cipatat, Kab Bandung ditutup, pihaknya mengoptimalkan TPA Rajamandala, Blok Cigedig, Desa Sarimukti, Kec Cipatat, Kab Bandung. ''Kalau data detail, truknya dari mana tanya ke Pak Awan (Direktur PD Kebersihan,Red),'' katanya menandaskan. Di TPA Gedig, sejak Senin (12/6), volume pembuangan sampah mengalami lonjakan hingga dua kali lipat. Padahal infrasturktur di TPA Gedig saat ini sangat tidak memadai. Hasil pantauan Republika, kondisi jalan menuju TPA Gedig rusak parah dan digenangi air. Akibatnya, truk-truk pengangkut sampah kesulitan mengangkut sampah ke TPA yang lokasinya berada di atas. Perhutani sebagai pemilik lahan di TPA Gedig juga belum memperluas areal TPA. ''Sampai sekarang, lahan yang digunakan masih satu hektare,'' kata staf TPA Gedig, Budiono kepada Republika. Sebelum ada penutupan TPA Cikubang, TPA Gedig telah menampung sampah dari Kota Bandung, Kab Bandung, dan Kota Cimahi sebanyak 12 ribu meter kubik, atau setiap harinya menampung 120 rit truk sampah. ''Jalan rusak seperti ini bisa merusak truk,'' kata Agus, seorang sopir truk sampah PD Kebersihan Kota Bandung. Selain berlubang, sebagian jalan menuju TPA Gedig juga belum diaspal. Akibatnya, jika hujan turun, jalan menuju TPA yang menanjak menjadi licin. Sedangkan wacana pengomposan pada TPA di Desa Sarimukti, Kecamatan Cipatat, Kab Bandung ternyata tidak berjalan. Pemkot Bandung sama sekali tidak mengolah sampah yang dibuang ke lahan hutan tersebut. Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH), Thio Setiowekti, mengatakan, pembuangan sampah ke Cipatat akan merusak kawasan hutan di Cipatat.(ren/rfa/san ) Post Date : 13 Juni 2006 |