|
WONOSARI (KR) - Meskipun sebagian wilayah selatan Kabupaten Gunungkidul diguyur hujan, namun kesulitan air bersih masih melanda sebagian wilayah ini. Di Desa Hargosari, Kecamatan Tanjungsari, ratusan warga masih kelabakan untuk mendapatkan air. Sementara itu bantuan air dari Pemkab Gunungkidul sudah tidak diberikan secara rutin. Di tengah desa ini ada salah satu bak hidran umum (HU) yang dialiri dari sumber air Wilayu, Pacarejo, Semanu. Bak ini setiap hari menjadi serbuan penduduk di seluruh wilayah Hargosari. Setiap hari tidak kurang dari 300 warga yang antre untuk mendapatkan air bersih. Bak HU yang bisa menampung air sebanyak 20 meter kubik ini, juga tidak setiap hari terisi. Pada saat debit air sedang menurun, bak ini hanya terisi air setiap tiga hari sekali, bahkan sampai seminggu sekali, kata Rejo Damiyo (60) penduduk Mojosari, Hargosari dan Wahyono (56) penduduk Candi, Hargosari yang ditemui KR, Kamis (24/11). Warga yang memburu air di bak ini dengan menggunakan jerigen dengan menggunakan alat angkut kereta yang dibuat dari kayu dengan roda dari laker. Setiap gerobak bisa menampung antara 6-8 jerigen. Adapun setiak kali mengambil air di bak ini dengan cara membeli dengan harga Rp 100 setiap jerigen yang dikelola oleh kelompok Organisasi Petani Pemakai Air (OPPA) setempat, kata Wahyono. Ditambahkan oleh Rejo Damiyo yang dibenarkan oleh Lurah Desa Hargosari Subardi yang ditemui secara terpisah, dengan sulitnya memperoleh air bersih ini, maka warga harus berhemat dalam memanfaatkan air. Dalam satu keluarga dengan jumlah keluarga 5 orang setiap hari rata-rata menghabiskan air 6 jerigen. Itupun hanya untuk minum, memasak dan untuk cuci muka. Sedangkan untuk mencuci, mandi dan memberi minum ternak harus mencari ke sumber lain. Sementara itu saat ini para pedagang air swasta masih tetap berkeliaran keluar masuk desa wilayah selatan untuk menjual air. Adapun harga air satu tanki kapasitas 5 ribu liter sampai di Hargosari mencapai Rp 80 ribu, padahal sebelum kenaikan harga BBM baru sekitar Rp 50 ribu. Bagi warga yang hidupnya pas-pasan saat ini sudah tidak mampu lagi untuk membeli air lewat tanki swasta, karena daya beli masyarakat sudah tidak mampu lagi. Pada musim kemarau lalu, hasil panen gaplek sudah ludes untuk beli air, masih ditambah jual ternak dan perhiasan. Maka yang bisa diharapkan hanya hujan segera turun, sehingga warga tidak kelabakan lagi untuk mendapatkan air bersih, sekaligus untuk menyelamatkan tanaman yang sudah sekarat akibat tidak hujan kurang lebih 20 hari, kata Subardi. (Awa)-n. Post Date : 25 November 2005 |