|
Kupang, Kompas - Kasus diare yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur sejak Agustus-Oktober 2006 telah menewaskan 43 anak balita, sementara ribuan anak balita lainnya dirawat di rumah sakit. Dari 43 korban itu, 37 anak berasal dari Kabupaten Timor Tengah Selatan dan masing-masing tiga anak balita berasal dari Kabupaten Kupang dan Kabupaten Alor. Sementara itu, kasus muntaber dan diare yang sempat meledak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada awal bulan Oktober 2006 telah melewati masa kritis. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dr Markus Righuta di Kupang, Jumat (27/10), mengatakan, ke-37 anak itu merupakan bagian dari korban diare yang menimpa 850 anak balita sepanjang Agustus-Oktober. Para korban ditemukan setelah tim medis Dinas Kesehatan TTS mengunjungi kecamatan-kecamatan terpencil. Penyebab utamanya adalah kekurangan air bersih dan buruknya sanitasi di sejumlah wilayah NTT selama musim kemarau. Jika kemarau panjang terus berlanjut, kejadian luar biasa diare akan terus meluas di NTT. "Ketika tim kesehatan tiba di desa-desa itu, korban diare sudah dikuburkan. Kami hanya ambil data mengenai gejala-gejala sebelum anak balita itu tewas, dan kami simpulkan korban meninggal akibat diare," kata Markus. Selama kasus air bersih tidak teratasi, diare tetap menjadi ancaman serius bagi masyarakat setempat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang dr Hermanus Man mengatakan, dalam satu pekan terakhir ini, jumlah korban tewas akibat diare di Pulau Sabu, Kabupaten Kupang, sebanyak tiga orang dari sekitar 450 anak balita yang dirawat di Puskesmas Sabu. Di Kabupaten Bandung, serangan diare dan muntaber telah melewati masa kritis, dengan menurunnya jumlah pasien yang ditangani Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soreang. Pasien yang ditangani RSUD Soreang hingga 27 Oktober 2006 mencapai 31 orang. Ini jauh lebih kecil dari kondisi awal yang berfluktuasi 60-80 pasien sejak wabah muntaber dan diare meledak pada 8 Oktober lalu. Tercatat jumlah pasien 875 orang. (KOR/ELD) Post Date : 28 Oktober 2006 |