|
YOGYA (KR) - Pengelolaan sampah yang tidak baik dan sembarangan, dikhawatirkan bakal semakin memicu terjadinya kerusakan lingkungan di kawasan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY) yang meliputi wilayah padat penduduk Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul (Kartamantul). Permasalahan lingkungan yang muncul antara lain berupa kerusakan tanah, air tanah, serta air permukaan. Sementara saat ini di perbatasan ketiga wilayah tersebut, masih saja ditemui tempat-tempat pembuangan sampah ilegal. Untuk itu, peran aktif dan keterlibatan semua elemen terhadap pengelolaan sampah yang baik sangat diperlukan, agar tidak semakin membahayakan lingkungan. Demikian antara lain yang mengemuka dari Lokakarya Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Prasarana dan Sarana Perkotaan (Sektor Persampahan) yang diselenggarakan Sekretariat Bersama (Sekber) Kartamantul di Gedhung Radyo Suyoso Kepatihan Yogya, Senin (3/10). Lokakarya yang diikuti para camat dan lurah di daerah perbatasan Yogya, Sleman, dan Bantul ini menghadirkan narasumber Ketua Sekber Kartamantul yang juga Sekda Sleman Ir H Sutrisno MES, Anggota Tim Teknis Sekber Kartamantul Ir Bambang Widiyoko, Kepala Satuan Kerja Sementara Pengembangan Sistem Drainase dan Pengelolaan Persampahan (PSDPP) Kimpraswil DIY Ir Hananto H MSc, serta pelopor pengelolaan persampahan berbasis masyarakat di Dusun Sukunan Banyuraden Gamping Sleman Iswanto. Menurut Sutrisno, Yogya, Sleman dan Bantul telah sepakat mengoptimalkan pemanfaatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan hingga beberapa tahun ke depan. Supaya umur teknis TPA semakin panjang, kini sedang dipersiapkan teknologi pemanfaatan sampah sebagai sumber energi listrik melibatkan investor. Namun di luar fasilitas yang tersedia di TPA Piyungan tersebut, ternyata berdasarkan penelitian Tim Teknis Sekber Kartamantul, masih banyak TPA/TPS ilegal di daerah perbatasan Yogya, Sleman, dan Bantul tersebut. Bambang Widiyoko mengungkapkan, Tempat Pembuangan Akhir dan Tempat Pembuangan Sementara (TPA-TPS) ilegal di daerah perbatasan Bantul, sebanyak 12 titik. Sedang di Sleman terdapat 10 titik. Kemudian lokasi pembuangan sampah ilegal di sungai terdapat di Sungai Bedog-Bayam, Sungai Denggung-Winongo, Sungai Code, Sungai Belik, Sungai Pelang-Gajahwong, serta Sungai Tambakbayan-Grojogan-Mruwe. Titik-titik pembuangan sampah tersebut ditemukan di aliran sungai yang berada di wilayah Sleman, Yogya, maupun Bantul. Soal bahaya pengelolaan sampah yang tidak baik, Hananto Hadi Purnomo menjelaskan, polusi sekunder dari lokasi penimbunan sampah bisa berupa pencemaran air, pembentukan gas, bau tak sedap, hama dan vektor, serta kebakaran. Pencemaran air bisa disebabkan lindi yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah. Jika tidak diolah, lindi ini akan mencemari sungai, laut, dan air tanah. Sedang gas yang terbentuk dari timbunan sampah atau limbah antara lain metan, amonium, hidrogen sulfida, dan karbon dioksida. Sementara bau tak sedap yang ditimbulkan dari lokasi penimbunan limbah antara lain bau yang berasal dari limbah itu sendiri, serta gas yang ditimbulkan melalui dekomposisi limbah. Limbah dapur juga cenderung menjadi sarang lalat dan menarik tikus serta burung gagak, sehingga rawan sebagai tempat berkembangnya hama dan vektor. Kebakaran di sekitar lokasi penimbunan sampah juga dapat terjadi secara spontan akibat pembentukan gas metan atau pemakaian bahan kimia. Kebakaran ini dapat pula disebabkan kecerobohan manusia.(San)-n Post Date : 04 Oktober 2005 |